Книга - Barisan Para Raja

a
A

Barisan Para Raja
Morgan Rice


Cincin Bertuah #2
CINCIN BERTUAH mempunyai semua resep kesuksesan: plot, plot titik balik, misteri, para ksatria pemberani dan hubungan antar tokoh yang diwarnai patah hati, tipu muslihat dan pengkhianatan. Anda akan terhibur selama berjam-jam, dan sesuai untuk semua usia. Direkomendasikan sebagai koleksi pustaka semua pecinta kisah fantasi. Books and Movie Reviews, Roberto MattosBARISAN PARA RAJA membawa kita selangkah lebih jauh pada perjalanan epik Thor menuju kedewasaan, ketika ia mulai menyadari lebih banyak tentang siapa dirinya, apa kekuatannya, saat ia mulai ambil bagian untuk menjadi seorang ksatria. Setelah ia kabur dari penjara bawah tanah, Thor merasa ketakutan oleh percobaan pembunuhan lain terhadap Raja MacGil. Saat MacGil meninggal, kerajaan berubah menjadi kekacauan. Sebagaimana setiap orang bersaing untuk tahta, Istana Raja lebih marak dari sebelumnya dengan kehadiran drama keluarga, perebutan kekuasaan, ambisi, kecemburuan, kekerasan, dan pengkhianatan. Ahli waris harus dipilih dari antara anak-anak, dan Pedang Takdir kuno, sumber segala kekuasaan mereka, akan memiliki kesempatan untuk diperintah oleh seseorang yang baru. Tapi semua ini mungkin berbalik: senjata pembunuhan sudah pulih kembali, dan jerat memperketat pada pencarian pembunuh. Bersamaan dengan itu, para MacGil menghadapi ancaman baru oleh para McCloud, yang berencana untuk menyerang lagi dari dalam Cincin. Thor berusaha untuk memenangkan kembali cinta Gwendolyn, tapi mungkin bukan saatnya: ia diharuskan untuk berkemas, untuk bersiap-siap bersama dengan rekan seperjuangan menuju Tanah Seratus, ratusan hari yang melelahkan seperti neraka di mana semua anggota Legiun harus selamat. Para Legiun akan harus menyeberangi Ngarai, melampaui perlindungan wilayah Cincin, menuju ke Hutan Belantara, menyeberangi Laut Tartuvian menuju ke Pulau Kabut, dikabarkan diawasi oleh seekor naga, atas inisiasi mereka menuju kedewasaan. Akankah mereka berhasil kembali? Akankah Cincin selamat dalam ketiadaan para Legiun? Dan akankah Thor pada akhirnya mempelajari rahasia takdirnya? Dengan susunan dunia dan karakteristik yang menakjubkan. BARISAN PARA RAJA adalah dongeng epik dari teman-teman dan kekasih, para rival dan calon, para ksatria dan naga, intrik dan persekongkolan politik, zaman yang akan datang, patah hati, muslihat, ambisi dan pengkhianatan. Ini adalah sebuah kisah kemuliaan dan keberanian, dari nasib dan takdir, ahli gaib. Ini adalah fantasi yang membawa kita menuju sebuah dunia yang tidak akan kita lupakan, dan sesuai bagi semua usia dan jender. Buku #2--#15 dalam serial ini sekarang juga tersedia!







BarISAN PARA RAJA



(BUKU #2 DAri CINCIN BERTUAH)



Morgan Rice


Tentang Morgan Rice



Morgan Rice adalah penulis terlaris #1 dari THE VAMPIRE JOURNALS (JURNAL VAMPIR), seri remaja yang terdiri dari sebelas buku (dan terus bertambah); seri THE SURVIVAL TRILOGY (TRILOGI KESINTASAN, sebuah thriller pasca-apokaliptik yang terdiri dari dua buku (dan terus bertambah); dan seri epik fantasi terlaris #1 CINCIN BERTUAH, yang terdiri dari tiga belas buku (dan terus bertambah).



Buku-buku Morgan tersedia dalam edisi audio dan cetak, dan terjemahan dari buku-buku ini tersedia dalam bahasa Jerman, Perancis, Italia, Spanyol, Portugis, Jepang, Tiongkok, Swedia, Belanda, Turki, Hungaria, Ceko dan Slowakia (dengan lebih banyak bahasa yang akan datang).



TURNED [PENJELMAAN] (https://play.google.com/store/books/author?id=Morgan+Rice) (Buku #1 dalam dalam the Vampire Journals/Jurnal Vampir) dan A QUEST OF HEROES [PETUALANGAN PARA PAHLAWAN] (https://play.google.com/store/books/author?id=Morgan+Rice) (#1 dalam CINCIN BERTUAH) masing-masing tersedia sebagai unduhan gratis di Kobo!



Morgan ingin mendengar pendapat Anda, jadi jangan ragu mengunjungi www.morganricebooks.com (http://www.morganricebooks.com) untuk bergabung dengan daftar e-mail, menerima buku gratis, menerima hadiah gratis, mengunduh aplikasi gratis, mendapatkan berita eksklusif terbaru, terhubung ke Facebook dan Twitter, tetap terhubung!


Pujian Pilihan untuk Morgan Rice



“CINCIN BERTUAH mempunyai semua resep kesuksesan: plot, plot titik balik, misteri, para ksatria pemberani dan hubungan antar tokoh yang diwarnai patah hati, tipu muslihat dan pengkhianatan. Anda akan terhibur selama berjam-jam, dan sesuai untuk semua usia. Direkomendasikan sebagai koleksi pustaka semua pecinta kisah fantasi.”

--Books and Movie Reviews, Roberto Mattos



“Rice melakukan pekerjaan yang bagus mendorong Anda ke dalam kisah ini dari pertama, memanfaatkan kualitas deskriptif yang hebat yang melampaui penggambaran setting… Ditulis dengan indah dan sangat cepat dibacanya.”

--Black Lagoon Reviews (berdasarkan Turned/Penjelmaan)



“Kisah yang ideal bagi pembaca muda. Morgan Rice melakukan pekerjaan yang bagus dengan memutar balikkan lika-liku yang menarik… Menyegarkan dan unik. Serial ini berfokus di sekitar seorang anak perempuan… anak perempuan yang luar biasa!... Mudah dibaca tapi bertempo cepat… Berperingkat PG.”

--The Romance Reviews (berdasarkan Turned/Penjelmaan)



“Mencuri perhatian saya dari awal dan tidak dapat lepas….Kisah ini merupakan sebuah petualangan menakjubkan yang bertempo cepat dan action yang dikemas sejak permulaan. Tidak ditemukan momen yang membosankan.”

--Paranormal Romance Guild (berdasarkan Turned/Penjelmaan)



“Rintangan yang dikemas dengan aksi, roman, petualangan, dan ketegangan. Miliki buku ini dan jatuh cintalah lagi.”

--vampirebooksite.com (berdasarkan Turned/Penjelmaan)



“Plot yang bagus, dan khususnya ini adalah jenis buku yang akan memiliki kesulitan untuk ditinggalkan di malam hari. Akhirnya tegang dan sangat spektakuler sehingga Anda akan segera ingin membeli buku selanjutnya, lihat saja apa yang akan terjadi.”

--The Dallas Examiner (berdasarkan Loved/Cinta)



“Sebuah buku rival dari TWILIGHT dan VAMPIRE DIARIES, dan satu-satunya yang akan membuat Anda ingin tetap terus memcanya sampai halaman terkhir! Jika Anda menyukai petualangan, cinta dan vampir, buku inilah yang tepat bagi Anda!”

--Vampirebooksite.com (berdasarkan Turned/Penjelmaan)



“Morgan Rice membuktikan dirinya lagi untuk menjadi penulis kisah yang sangat bertalenta.. Buku ini akan digemari oleh berbagai macam pembaca, termasuk fans yang lebih muda dari genre vampir/fantasi. Buku ini diakhiri dengan ketegangan yang toidak diharapkan yang meninggalkan Anda terkejut.”

--The Romance Reviews (berdasarkan Loved/Cinta)


Buku-buku oleh Morgan Rice



CINCIN BERTUAH

PERJUANGAN PARA PAHLAWAN (Buku #1)

BARISAN PARA RAJA (Buku #2)

A FATE OF DRAGONS/TAKDIR NAGA (Buku #3)

A CRY OF HONOR/PEKIK KEMULIAAN (Buku #4)

A VOW OF GLORY/IKRAR KEMENANGAN (Buku #5)

A CHARGE OF VALOR//PERINTAH KEBERANIAN (Buku #6)

A RITE OF SWORDS/RITUAL PEDANG (Buku #7)

A GRANT OF ARMS/HADIAH PERSENJATAAN (Buku #8)

A SKY OF SPELLS/LANGIT MANTRA (Buku #9)

A SEA OF SHIELDS/LAUTAN PERISAI (Buku #10)

A REIGN OF STEEL/TANGAN BESI (Buku #11)

A LAND OF FIREDARATAN API (Buku #12)

A RULE OF QUEENS/SANG RATU (Buku #13)



THE SURVIVAL TRILOGY (TRILOGI KESINTASAN)

ARENA ONE: SLAVERSUNNERS/ARENA SATU: BUDAK-BUDAK SUNNER (Buku #1)

ARENA TWO/ARENA DUA (Buku #2)



THE VAMPIRE JOURNALS (JURNAL VAMPIR)

TURNED/PENJELMAAN (Buku #1)

LOVED/CINTA (Buku #2)

BETRAYED/KHIANAT (Buku #3)

DESTINED/TRAKDIR (Buku #4)

DESIRED?DIDAMBAKAN (Buku #5)

BETROTHED/TUNANGAN (Buku #6)

VOWED/SUMPAH (Buku #7)

FOUND/DITEMUKAN (Buku #8)

RESURRECTED/BANGKIT KEMBALI (Buku #9)

CRAVED/RINDU (Buku #10)

FATED/NASIB (Buku #11)


Unduh buku-buku Morgan Rice di Google Play sekarang! (https://play.google.com/store/books/author?id=Morgan+Rice)






(https://play.google.com/store/books/author?id=Morgan+Rice)





(https://play.google.com/store/books/author?id=Morgan+Rice)

Dengarkan (https://play.google.com/store/books/author?id=Morgan+Rice) serial CINCIN BERTUAH dalam format buku audio!



Sekarang tersedia di:



Amazon (http://www.amazon.com/Quest-Heroes-Book-Sorcerers-Ring/dp/B00F9VJRXG/ref=la_B004KYW5SW_1_13_title_0_main?s=books&ie=UTF8&qid=1379619328&sr=1-13)

Audible (http://www.audible.com/pd/Sci-Fi-Fantasy/A-Quest-of-Heroes-Audiobook/B00F9DZV3Y/ref=sr_1_3?qid=1379619215&sr=1-3)

iTunes (https://itunes.apple.com/us/audiobook/quest-heroes-book-1-in-sorcerers/id710447409)


Hak cipta © 2013 oleh Morgan Rice



Semua hak cipta dilindungi. Kecuali diizinkan di bawah U.S. Copyright Act of 1976 (UU Hak Cipta tahun 1976), tidak ada bagian dari buku ini yang bisa direproduksi, didistribusikan atau dipindahtangankan dalam bentuk apapun atau dengan maksud apapun, atau disimpan dalam database atau sistem pencarian, tanpa izin sebelumnya dari penulis.



eBuku ini terlisensi untuk hiburan personal Anda saja. eBuku ini tidak boleh dijual kembali atau diberikan kepada orang lain. Jika Anda ingin membagi buku ini dengan orang lain, silahkan membeli salinan tambahan bagi tiap penerima. Jika Anda membaca buku ini dan tidak membelinya, atau tidak dibeli hanya untuk Anda gunakan, maka silahkan mengembalikannya dan membeli salinan milik Anda sendiri. Terima kasih telah menghargai kerja keras penulis ini.



Ini adalah sebuah karya fiksi. Nama, karakter, bisnis, organisasi, tempat/lokasi, acara, dan insiden adalah hasil karya imajinasi penulis atau digunakan secara fiksi. Setiap kemiripan dengan orang-orang yang sebenarnya, hidup atau mati, adalah sepenuhnya kebetulan.



Gambar sampul Hak cipta Bilibin Maksym, digunakan di bawah lisensi dari Shutterstock.com.


DAFTAR ISI



BAB SATU (#uda573fe9-8b3e-56cb-83b0-d4092bbb6e3c)

BAB DUA (#ub93b1abc-ef2a-5f93-88cc-5a8338387988)

BAB TIGA (#u7b0f3f79-17bb-552f-8490-edf2ddca72ff)

BAB EMPAT (#u10749f84-c175-5766-9536-f406bd4ac762)

BAB LIMA (#u3ae5b7f8-a62e-5faf-bb43-4ebf6f748c11)

BAB ENAM (#u96db19fb-8bf8-5e20-990f-a6cee5082439)

BAB TUJUH (#litres_trial_promo)

BAB DELAPAN (#litres_trial_promo)

BAB SEMBILAN (#litres_trial_promo)

BAB SEPULUH (#litres_trial_promo)

BAB SEBELAS (#litres_trial_promo)

BAB DUA BELAS (#litres_trial_promo)

BAB TIGA BELAS (#litres_trial_promo)

BAB EMPAT BELAS (#litres_trial_promo)

BAB LIMA BELAS (#litres_trial_promo)

BAB ENAM BELAS (#litres_trial_promo)

BAB TUJUH BELAS (#litres_trial_promo)

BAB DELAPAN BELAS (#litres_trial_promo)

BAB SEMBILAN BELAS (#litres_trial_promo)

BAB DUA PULUH (#litres_trial_promo)

BAB DUA PULUH SATU (#litres_trial_promo)

BAB DUA PULUH DUA (#litres_trial_promo)


"Apakah ini belati yang aku lihat sebelumnya,

Gagangnya mengarah ke tanganku? Mari, biar kukenggam kau.

Aku tidak memilikimu, namun aku masih melihatmu."



—William Shakespeare

Macbeth




BAB SATU


Raja MacGil terantuk memasuki kamarnya, terlalu banyak minum, ruangan berputar, kepalanya berdenyut akibat pesta malam itu. Seorang wanita yang tidak ia ketahui namanya merangkulnya, satu tangan melingkar di pinggangnya, pakaiannya terlepas setengah, membimbingnya dengan tawa kecil ke ranjangnya. Dua pelayan menutup pintu di belakang mereka dan menghilang diam-diam.

MacGil tidak tahu di mana permaisurinya berada, dan malam ini ia tidak peduli. Mereka sudah jarang berbagi ranjang - istrinya sering menyendiri di kamarnya sendiri, khususnya pada malam-malam kala festival, ketika makanan datang terlalu lama. Dia mengetahui kegemaran suaminya, tapi nampaknya ia tidak peduli. Bagaimanapun juga, ia adalah raja, dan raja-raja MacGil selalu sesuai dengan haknya.

Tapi ketika MacGil bermaksud tidur ruangan tersebut berputar terlalu keras, dan ia tiba-tiba menarik bahu wanita itu. Ia tidak lagi bergairah untuk hal ini.

"Tinggalkan aku!" perintahnya, dan mendorongnya pergi.

Wanita itu berdiri di sana, tertegun dan terluka, pintu terbuka dan para pelayan kembali masuk, masing-masing mencengkram satu lenganya dan membimbingnya keluar. Wanita itu memprotes, tapi isakannya teredam ketika mereka menutup pintu di belakangnya.

MacGil duduk di pinggir ranjangnya dan menyandarkan kepala di tangannya, mecoba untuk menghentikan sakit kepalanya. Suatu hal yang tidak biasa baginya untuk mengalami sakit kepala sedini ini, sebelum waktu minum-minum habis, tapi malam ini berbeda. Semua sudah berubah dengan sangat cepat. Perayaan itu telah berjalan dengan sangat baik; ia telah memutuskan pilihan daging yang bagus dan anggur yang kuat, ketika anak itu, Thor, muncul dan merusak semuanya. Pertama dia masuk tanpa diundang, dengan mimpi konyolnya; dia bahkan memiliki keberanian untuk menjatuhkan cawan anggur dari tangannya.

Kemudian anjing itu muncul dan menjilat anggur itu, lalu mati mendadak di depan semua orang. MacGil menjadi terguncang sejak itu. Kesadaran menghantamnya bagaikan sebuah palu; seseorang telah mencoba meracuninya. Untuk membunuhnya. Ia hampir tidak bisa memahaminya. Seseorang telah menyusup melewati para penjaganya, melewati anggurnya dan juru cicip makanannya. Ia hanya berjarak satu hembusan napas dari kematiannya, dan hal itu masih mengguncang dirinya.

Ia memerintahkan Thor dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, dan mengira-ngira apakah ia telah memberikan perintah yang benar. Di satu sisi, tentu saja, tidak mungkin anak itu mengetahui bahwa cawan anggurnya diracuni kecuali dia sendiri yang meracuninya, atau entah bagaimana ia terlibat dalam kejahatan tersebut. Di sisi lainnya, ia tahu bahwa Thor memiliki kekuatan misterius - terlalu misterius - dan mungkin ia telah mengatakan yang sebenarnya: mungkin ia memang telah melihatnya dalam sebuah mimpi. Mungkin Thor, faktanya, menyelamatkan hidupnya, dan mungkin MacGil telah mengirimkan seseorang yang benar-benar loyal ke penjara bawah tanah.

Kepala MacGil berusaha berpikir dengan keras, sembari duduk di sana membelai dahinnya yang berkerut, mecoba memikirkan semua hal itu. Tapi ia sudah terlalu banyak minum malam ini, benaknya terlalu berkabut, pikirannya berputar-putar, dan ia tidak bisa sampai ke dasar itu semua. Terlalu panas di sini, malam musim panas yang pengap, tubuhnya kepanasan selama berjam-jam memuaskan diri dengan makanan dan minuman, dan ia merasakan dirinya berkeringat.

Ia mengulurkan tangan dan melepaskan mantelnya, lalu baju luarnya, melepaskan semuanya sampai hanya tertinggal baju dalamnya. Ia menyeka keringat dari alisnya, lalu janggutnya. Ia membungkuk dan melepaskan sepatu bootnya yang sangat besar dan berat, sekaligus, dan melengkungkan jari kakinya di udara. Ia duduk di sana dan menarik napas dengan keras, berusaha mengembalikan keseimbangannya. Perutnya telah membesar saat ini, dan berat. Ia menendangkan kakinya ke atas dan berbaring, menaruh kepalanya di atas bantal. Ia berdesah dan menengadah, melewati keempat poster, ke langit-langit, dan menyuruh kamar itu berhenti berputar.

Siapakah yang ingin membunuhnya? ia bertanya-tanya, lagi. Ia telah mencintai Thor seperti seorang anak, dan sebagian dari dirinya merasakan bahwa bukan dia. Ia bertanya-tanya siapa lagi yang mungkin bisa, apa motif yang mungkin mereka miliki - dan yang paling penting, apakah mereka akan melakukannya lagi. Apakah ia aman? Apakah pernyataan Argon memang benar?

MacGil merasakan matanya menjadi berat, saat ia merasakan jawabannya di luar genggaman pikirannya. Jika pikirannya sedikit lebih jernih, mungkin ia bisa menyelesaikan semuanya. Tapi ia tetap harus menunggu sampai pagi hari untuk memanggil para penasihatnya, untuk memulai penyelidikan. Pertanyaan dalam benaknya bukan tentang siapa yang menginginkannya mati — tapi siapa yang tidak menginginkannya mati. Istananya penuh dengan orang-orang yang mendambakan tahtanya. Jenderal-jenderal yang ambisius; manuver oleh anggota-anggota dewan; para bangsawan dan raja yang lapar kekuasaan; mata-mata; para saingan lama; pembunuh bayaran dari McClouds- dan mungkin bahkan dari wilayah Liar. Mungkin bahkan lebih dekat dari itu semua.

Mata MacGil berkedip-kedip ketika ia mulai tertidur; tapi ada sesuatu yang menyita perhatiannya yang membuat matanya terbuka. Ia merasakan pergerakan dan menoleh untuk melihat apakah para pelayannya tidak di sana. Ia mengerjapkan mata, bingung. Para pelayannya tidak pernah meninggalkannya sendirian. Sesungguhnya, ia tidak bisa mengingat saat terakhir ia telah sendirian di dalam kamar ini, seorang diri. Ia tidak ingat menyuruh mereka pergi. Yang lebih aneh: pintunya terbuka lebar.

Di waktu yang sama MacGil mendengar suara dari kejauhan kamarnya, dan berbalik serta melihat. Di sana, merayap, di sepanjang dinding, keluar dari bayangan, menuju ke cahaya obor, berdirilah seorang pria tinggi kurus yang mengenakan mantel hitam dan cadar yang menutupi wajahnya. MacGil berkedip beberapa kali, bertanya-tanya apakah ia melihat sesuatu. Mula-mula ia yakin itu hanyalah bayangan, kelap-kelip cahaya obor yang memperdaya matanya.

Tapi sekejap kemudian sosok itu lebih dekat beberapa langkah dan mendekati ranjangnya dengan segera. MacGil berusaha fokus pada cahaya yang redup, untuk melihat siapakah itu; insting membuatnya duduk, dan menjadi prajurit tua seperti dulu, ia menggapai pinggangnya, mengambil pedang, atau paling tidak sebuah belati. Tapi ia telah menanggalkan pakaian dan tidak ada senjata untuk diraih. Ia duduk, tanpa senjata, di atas ranjangnya.

Sosok itu sekarang bergerak dengan cepat, seperti ular di malam hari, semakin mendekat, dan ketika MacGil duduk tegak, ia bisa melihat wajahnya. Kamar itu masih berputar, dan keadaan mabuknya mencegah ia memahami dengan jelas, tapi untuk sesaat, ia berani bersumpah itu adalah wajah anaknya.

Gareth?

Jantung MacGil dibanjiri dengan kepanikan tiba-tiba, saat ia bertanya-tanya apa yang mungkin dia lakukan di sini, tanpa pemberitahuan, hingga larut malam.

"Putraku?" panggilnya.

MacGil melihat niat mematikan dalam matanya, dan itulah yang perlu ia lihat - ia mulai melompat dari ranjangnya.

Tapi sosok itu bergerak terlalu cepat. Dia melompat beraksi, dan sebelum MacGil bisa mengangkat tangannya untuk mempertahankan diri, ada kilauan logam dalam cahaya obor, dan cepat, terlalu cepat, ada pisau menusuk udara - dan melompat menuju jantungnya.

MacGil menjerit, menangis dalam kelamnya penderitaan, dan terkejut oleh suara jeritannya sendiri. Itu adalah pertarungan teriakan, yang telah ia dengar berkali-kali. Itu adalah jeritan seorang ksatria yang terluka parah.

MacGil merasakan logam dingin mengoyak iganya, mendorong ototnya, bercampur dengan darahnya, lalu didorong semakin dalam, bahkan lebih dalam, rasa sakit itu lebih hebat dari yang pernah ia bayangkan, karena nampaknya tidak berhenti menusuk. Dengan engahan napas yang hebat, ia merasa panas, darah asin mengisi mulutnya, merasa napasnya keras membatu. Ia memaksa dirinya menengadah, pada wajah di belakang cadar. Ia terkejut: ia salah. Itu bukanlah wajah putranya. Itu adalah orang lain. Seseorang yang ia kenal. Ia tidak bisa mengingat siapa, tapi itu adalah seseorang yang dekat dengannya. Seseorang yang terlihat seperti putranya.

Otaknya dilanda kebingungan ketika ia mencoba mengingat nama dari wajah itu.

Ketika sosok itu berdiri di hadapannya, memegang pisau, MacGil entah bagaimana berhasil mengangkat tangannya dan mendorong bahu pria itu, mencoba menghentikannya. Ia merasakan semburan kekuatan prajurit tua timbul di dalam dirinya, merasakan kekuatan para leluhurnya, merasakan beberapa bagian terdalam dari dirinya yang membuatnya menjadi raja, yang tidak ingin menyerah. Dengan satu dorongan besar, ia berhasil mendorong mundur pembunuh itu dengan sekuat tenaga.

Pria itu lebih kurus, lebih rapuh dari yang MacGil duga, dan pergi terhuyung mundur dengan tangisan, tersandung melintasi ruangan. MacGil berhasil berdiri dan, dengan sekuat tenaga, mengulurkan tangan dan mencabut pisau dari dadanya. Ia melemparkannya ke seberang ruangan dan memukul lantai batu dengan dentang, meluncur di atasnya, dan menabrak dinding.

Pria itu, cadarnya telah jatuh di sekitar bahunya, buru-buru berdiri dan menatap kembali, mata terbelalak dengan ketakutan, saat MacGil menyebabkan tekanan pada dirinya. Pria itu berbalik dan berlari melintasi ruangan, berhenti cukup lama untuk mengambil belati itu sebelum ia kabur.

MacGil berusaha mengejarnya, tapi pria itu terlalu cepat, dan tiba-tiba rasa sakit melanda, menusuk-nusuk dadanya. Ia merasakan dirinya menjadi lemah.

MacGil berdiri di sana, senditian dalam kamar itu, dan mengamati darah yang mengucur dari dadanya, menuju telapak tangannya yang terbuka. Ia merosot di atas lututnya.

Ia merasakan tubuhnya mulai dingin, dan menyandarkan tubuh dan berusaha berteriak.

"Penjaga," teriaknya samar.

Ia mengambil napas dalam-dalam, dan dalam penderitaan yang hebat, berhasil mengumpulkan suaranya yang dalam. Suara seorang raja.

"PENJAGA!" pekiknya.

Ia mendengar langkah kaki dari lorong di kejauhan, perlahan semakin mendekat. Ia mendengar dari kejauhan pintu dibuka, merasakan tubuh-tubuh mendekat ke arahnya. Tapi ruangan itu berputar lagi, dan kali ini bukan karena minuman.

Hal terakhir yang ia lihat adalah lantai batu yang dingin, muncul di depan wajahnya.




BAB DUA


Thor meraih gagang besi pintu kayu besar di depannya dan mendorongnya dengan sekuat tenaga. Pintu itu terbuka perlahan, berderit dan tampaklah kamar Sang Raja di hadapannya. Ia melangkah masuk, merasakan bulu kuduknya berdiri saat ia berjalan melewati ambang pintu. Ia dapat merasakan kegelapan yang sangat di sini, menggantung di udara seperti kabut.

Thor mengambil beberapa langkah masuk ke dalam kamar, mendengar suara kayu terbakar pada obor di dinding saat ia mendekat ke arah sesosok tubuh yang tersungkur di lantai. Ia telah tahu bahwa tubuh itu adalah Sang Raja yang telah terbunuh – dan ia, Thor, telah terlambat. Thor bertanya-tanya ke manakah perginya semua pengawal, mengapa tak seorang pun datang menyelamatkan Sang Raja.

Lutut Thor gemetaran saat ia telah berada di dekat tubuh itu; ia berlutut di lantai batu, menyentuh bahu yang telah dingin dan membalikkan tubuh Sang Raja.

Itulah MacGil, mantan rajanya yang terbaring dengan mata terbelalak, dan mati ..

Thor menengadah dan tiba-tiba seorang pelayan raja berdiri di dekat mereka. Ia memegang sebuah gelas berkaki yang sangat besar, gelas yang telah Thor lihat di pesta kerajaan. Gelas itu terbuat dari emas dan berhiaskan deretan batu rubi dan safir. Sambil memandang ke arah Thor, si pelayan menuangkan isi gelas perlahan ke dalam tenggorokan raja. Anggur itu memercik hingga membasahi seluruh wajah Thor.

Thor mendengar suara pekikan, dan ia membalikkan tubuhnya melihat burung elangnya, Estopheles, hinggap di bahu sang raja. Ia menjilat anggur yang membasahi pipi raja.

Thor mendengar sebuah suara dan melihat Argon berdiri di depannya, memandang ke arahnya dengan roman muka tegas. Ia memegang sebuah mahkota dan tongkat di tangan yang lainnya.

Argon berjalan mendekat dan menempatkan mahkota ke kepala Thor. Thor dapat merasakannya, rasa berat yang menusuk, terasa pas di kepalanya, dan logam yang memeluk pelipisnya. Ia memandang Argon keheranan.

“Kaulah Sang Raja sekarang,” ujar Argon.

Thor mengejapkan matanya, dan saat ia membuka mata, berdirilah semua anggota Legiun di depannya, juga semua anggota Kesatuan Perak, ratusan pria dan remaja laki-laki berdesakan di dalam kamar, mendatanginya. Mereka berlutut bersama, lalu membungkuk ke arahnya, wajah mereka menunduk menatap tanah.

“Raja kami,” ujar mereka serentak.

Thor mendadak terbangun. Ia segera duduk, napasnya tersengal-sengal. Lalu ia menatap ke sekelilingnya. Tempat itu sangat gelap dan lembab. Ia sadar ia sedang duduk di lantai batu, punggungnya menempel di dinding. Ia berusaha melihat dalam kegelapan itu, lalu melihat jeruji besi di kejauhan dan di sebuah obor yang berkedip di depannya. Ia ingat, ini penjara bawah tanah. Ia telah diseret kemari sesudah pesta.

Ia ingat seorang pengawal memukul wajahnya, dan ia pasti telah jatuh pingsan, tak jelas untuk berapa lama. Ia terduduk, menarik napas dalam-dalam, mencoba menyingkirkan bayangan mimpi buruk. Mimpi itu nyaris seperti nyata. Ia berdoa bahwa itu semua tidak benar, bahwa raja telah tiada. Bayangan raja yang telah mati terus menghantuinya. Apakah Thor benar-benar melihat sesuatu? Ataukah semua itu hanya mimpi?

Thor merasa seseorang menendang bagian bawah kakinya, dan mendongak untuk melihat seseorang yang berdiri di depannya.

“Sudah saatnya kau bangun,” lantang sebuah suara.”Aku sudah menunggumu berjam-jam.”

Dalam remang-remang cahaya Thor melihat seraut wajah bocah lelaki, seusia dengannya. Ia kurus, pendek, dengan pipi yang cekung dan kulit berbintik-sepasang mata hijaunya memancarkan keramahan dan kecerdasan.

“Aku Merek,” katanya. “Teman satu selmu. Mengapa kau ada di sini?”

Thor menegakkan tubuhnya, mencoba mencari jawaban. Ia bersandar ke dinding, merapikan rambut dengan jemarinya, dan berusaha mengingat semuanya.

“Mereka bilang kau mencoba membunuh raja,” lanjut Merek.

“Ia memang mencoba membunuh raja, dan kami akan merobek-robek dia kalau ia keluar dari sini,” hardik sebuah suara.

Suara bersahut-sahutan memotong pembicaraan, cangkir kaleng dilemparkan ke jeruji besi, dan Thor melihat seluruh koridor dipenuhi sel-sel dengan para tahanan berwajah aneh yang menjulurkan kepala mereka keluar dari jeruji. Di keremangan cahaya, mereka menyeringai ke arahnya. Wajah mereka penuh cambang, gigi tanggal dan beberapa di antara mereka tampaknya sudah berada di tempat itu bertahun-tahun. Pemandangan yang mengerikan, dan Thor memaksa dirinya sendiri untuk memalingkan wajahnya. Benarkah ia berada di sini sekarang? Akankah ia tertahan di sini bersama orang-orang ini selamanya?

“Jangan khawatirkan mereka,” kata Merek. “Hanya ada kau dan aku di sel ini. Mereka tak bisa masuk ke sini. Dan aku tak peduli seandainya kau benar-benar meracuni Raja. Aku juga ingin melakukannya.”

“Aku tidak meracuni Raja,” ujar Thor marah. “Aku tak meracuni siapapun. Aku mencoba menyelamatkannya. Aku hanya menjatuhkan gelas minumannya.”

“Dan bagaimana kau tahu kalau gelas itu sudah diberi racun?” teriak sebuah suara di lorong yang sudah menguping. “Sihir, benarkah itu?”

Bergemalah suara tawa yang sinis dari sel di sepanjang koridor.

“Dia paranormal!” ejek sebuah suara.

Yang lain tertawa.

“Tidak, mungkin dia hanya asal tebak!” ejek suara lainnya, dan disambut riuh tawa seisi sel.

Thor melotot dengan penuh kemarahan, tak terima dengan semua tuduhan dan ingin membela diri di hadapan mereka. Namun ia tahu bahwa hal itu akan sia-sia. Lagipula, tak ada gunanya membela diri di hadapan para kriminal ini.

Merek memandanginya, dengan tatapan yang tak seskeptis penghuni sel lainnya. Tampaknya ia ingin membantah tuduhan itu.

“Aku percaya padamu,” katanya, pelan.

“Benarkah?” tanya Thor.

Merek mengangguk.

“Lagi pula, jika kau ingin meracuni Raja, mengapa harus bertindak bodoh dengan memberitahunya?”

Merek membalikkan tubuhnya dan menjauh, beberapa langkah menuju sisi lain dari sel dan bersandar ke dinding, duduk menghadap ke arah Thor.

Kini Thor menjadi penasaran.

“Mengapa kau ada di sini?” tanyanya.

“Aku pencuri,” jawab Merek, dengan sedikit bangga.

Thor tertegun; ia tak pernah berjumpa dengan seorang pencuri sebelumnya, seorang pencuri sungguhan. Ia tak pernah membayangkan dirinya akan mencuri, dan selalu heran mengapa ada orang yang benar-benar melakukannya.

“Mengapa kau melakukannya?” tanya Thor.

Merek menggelengkan kepalanya.

“Keluargaku tak punya makanan. Mereka harus makan. Aku tak pernah belajar apapun, tak punya keahlian tentang hal apapun. Mencuri adalah satu-satunya yang aku tahu. Tak lebih. Hanya makanan. Apapun kulakukan untuk mendapatkannya. Dan aku sudah melakukannya selama bertahun-tahun. Lalu aku tertangkap. Ini adalah ketiga kalinya aku tertangkap. Dan inilah yang terburuk.”

“Mengapa?” tanya Thor.

Merek terdiam, lalu perlahan menundukkan kepalanya. Thor dapat melihat matanya meneteskan air mata.

“Hukum raja sangat ketat. Tak ada perkecualian. Karena sudah tiga kali melanggar hukum, maka mereka akan memotong tanganmu.”

Thor merasa ngeri. Ia menatap ke bawah ke arah tangan Merek; masih lengkap keduanya.

“Mereka memang belum memotong tanganku,” kata Merek. “Tapi mereka pasti akan melakukannya.”

Thor merasa sedih. Merek memalingkan wajahnya, tampaknya ia merasa malu. Thor juga memalingkan muka, tak ingin memikirkan tentang hal itu.

Thor menundukkan kepala di atas tangannya, kepalanya terasa berputar, mencoba menyatukan semua kepingan di dalam pikirannya. Hari-hari belakangan ini berlalu seperti angin puyuh, banyak hal yang terjadi begitu cepat. Di sisi lain, ia merasakan sebuah keberhasilan, sebuah pengungkapan: ia telah berhasil melihat masa depan, telah dapat meramalkan upaya pembunuhan terhadap MacGil, dan telah menyelamatkannya dari hal itu. Mungkin nasib dapat diubah - mungkin takdir bisa dihalau. Thor merasakan sebuah kebanggaan: ia berhasil menyelamatkan nyawa rajanya.

Di sisi lain, saat ini ia sedang ada di sini, di penjara bawah tanah, dan tak mampu membersihkan namanya. Semua harapan dan mimpinya memudar, semua kesempatan untuk bergabung dengan Legiun menjadi sirna. Kini ia akan sangat beruntung dengan tidak menghabiskan seumur hidupnya di sini. Ia merasa sedih saat memikirkan tentang MacGil, yang telah menjadi sosok ayah baginya, satu-satunya ayah yang pernah dimilikinya, mengira Thor akan membunuhnya. Ia sangat sedih memikirkan Reece, sahabatnya, mungkin percaya bahwa ia telah mencoba membunuh ayahnya. Lebih buruk lagi, Gwendolyn. Ia mengingat pertemuan terakhir mereka – saat gadis itu mengira ia sering mengunjungi rumah bordil – dan ia merasa semua hal terindah dalam hidupnya telah dicabut darinya. Ia heran mengapa semua ini terjadi padanya. Lagi pula, ia hanya ingin melakukan sesuatu yang baik.

Thor tak tahu hal apa yang akan menimpanya; ia pun tak peduli. Ia hanya ingin membersihkan namanya, agar orang-orang tahu bahwa ia tak pernah mencoba menyakiti raja; bahwa ia memang memiliki kekuatan alami, dan bahwa ia memang benar-benar dapat melihat masa depan. Ia tak tahu apa yang akan terjadi padanya, tapi ia tahu satu hal: ia harus keluar dari tempat ini. Apapun caranya.

Sebelum Thor mengakhiri lamunannya, ia mendengar suara langkah kaki, sepatu bot yang berat menapaki lantai batu koridor; terdengar gemerincing kunci, kemudian tampaklah si penjaga penjara, orang yang telah menyeret Thor dan memukul wajahnya. Saat melihatya, Thor baru menyadari rasa sakit di pipinya, dan merasa muak terhadapnya.

“Hei, bukankah itu anak tengik yang mencoba membunuh Raja,” dengus sipir sambil memutar anak kunci. Setelah beberapa putaran, ia memegang pintu dan membukanya. Ia memegang rantai di tangannya, dan sebuah kapak kecil menggantung di pinggangnya.

“Kau akan mendapat hukumanmu,” seringainya kepada Thor, lalu ia memandang Merek, “tapi sekarang adalah giliranmu, pencuri kecil. Tiga kali,” katanya sambil tersenyum jahat. “tanpa kecuali.”

Ia berjalan ke arah Merek, meraihnya dengan kasar, merenggut satu lengan di belakang punggungya, mengikatkan rantai kepadanya dan sisi lain rantai ke sebuah pengait di dinding. Merek menjerit, berusaha melepaskan diri dari belenggu; namun semua itu sia-sia. Sipir itu berjalan medekatinya dan meraihnya, memegang tubuhnya erat-erat, menarik satu lengan yang tidak dirantai, dan menempatkannya di sebuah tatakan batu.

“Ini akan membuatmu kapok mencuri,” seringainya.

Ia mengambil kapak dari ikat pinggangnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepalanya, mulutnya terbuka lebar, dan menampakkan barisan gigi yang tak karuan dalam mulutnya.

“JANGAN!”seru Merek.

Thor terduduk di sana, merasa ngeri, tubuhnya membeku ketika sipir penjara mengangkat senjatanya untuk memotong pergelangan tangan Merek. Thor menyadari bahwa dalam beberapa detik, tangan bocah malang ini akan diambil untuk selamanya, karena ia telah mencuri makanan, demi membantu keluarganya. Ketidakadilan itu telah membuatnya mendidih, Thor tahu ia tak bisa tinggal diam.

Thor merasa sekujur tubuhnya menjadi panas, dan sesuatu telah terbakar dalam dirinya, naik dari telapak kaki hingga ke telapak tangannya. Ia merasa waktu seperti melambat, merasakan dirinya bergerak lebih cepat daripada si penjaga penjara, merasakan berlalunya tiap detik saat kapak si sipir membeku di udara. Thor merasakan suatu bola energi panas dalam telapak tangan dan melemparkannya ke arah si sipir penjara.

Ia memandang dengan takjub ke arah bola kuning yang meuncur dari telapak tangannya ke udara, menyinari sel yang gelap dan meninggalkan jejak cahaya di belakangnya – lalu jatuh tepat di wajah si sipir. Cahaya itu jatuh tepat di kepalanya, membuat kapak terjatuh dari tangannya dan terlempar ke sisi lain sel, membentur dinding dan terjatuh. Thor menyelamatkan Merek, hanya beberapa detik sebelum kapak menyentuh pergelangan tangannya.

Merek memandang Thor dengan mata terbelalak.

Penjaga penjara menggelengkan kepalanya dan bangkit, mencoba mendekati Thor kembali. Namun Thor merasakan kekuatan masih membakar tubuhnya, dan ketika sipir penjara berdiri di hadapannya, Thor berlari ke arahnya, melompat dan menendang tepat di dadanya. Thor merasakan sebuah kekuatan yang tak ia ketahui menjalar ke seluruh tubuhnya dan ia mendengar keributan ketika tendangannya membuat pria itu terlempar ke uadara, membentur dinding dan tersungkur di lantai, tak sadarkan diri.

Merek berdiri di sana, terkejut, dan Thor tahu persis apa yang harus ia lakukan. Ia mengambil kapak, bergegas menuju Merek dan memotong rantai yang membelenggunya. Kepingan besi beterbangan ke udara saat rantai besi itu terputus. Merek mengedipkan matanya, lalu mengangkat kepalanya dan memandang rantai yang berserakan di bawahnya, menyadari bahwa ia telah bebas.

Ia menatap Thor, dengan mulut terbuka lebar.

“Aku tak tahu bagaimana caraku berterima kasih,” kata Merek. “Aku tak tahu bagaimana kau melakukannya, apapun itu, atau siapa kau - atau makhluk apakah kau - tapi kau telah menyelamatkanku. Aku berhutang padamu. Dan aku tak akan pernah melupakannya.”

“Kau tak berhutang apapun padaku,” kata Thor.

“Salah,” kata Merek, meraih dan menepuk lengan Thor. “Kau adalah saudaraku sekarang. Dan aku akan membalas kebaikanmu. Apapun caranya. Suatu saat nanti.”

Sesudah mengatakan itu, Merek membalikkan tubuhnya, berlari menuju pintu sel yang terbuka dan berlari menyusuri koridor, diiringi teriakan para tahanan.

Thor memandang sekeliling, menatap penjaga yang pingsan, dan pintu sel yang terbuka. Ia tahu ia harus segera meninggalkan tempat itu. Kali ini teriakan para tahanan terdengar lebih bergemuruh.

Thor melangkah keluar, menatap ke dua arah di depannya, dan memutuskan mengambil arah yang berlawanan dengan Merek. Lagi pula, mereka tak akan dapat menangkapnya dan Merek secara bersamaan.




BAB TIGA


Thor berlari sepanjang malam, melalui jalanan Istana Raja yang riuh rendah, terheran-heran pada keributan di sekitarnya. Jalan-jalan sangat padat, kerumunan orang-orang bergegas dan bercampur baur dalam gelisah. Banyak obor dibawa, menerangi malam, tatapan sedih tampak di wajah, sementara lonceng kastil berdentang tak henti-hentinya. Itu adalah dentang yang sedih, datang sekali satu menit, dan Thor tahu apa artinya itu: kematian. Lonceng kematian. Dan malam ini lonceng itu hanya akan berdentang untuk satu orang: Sang Raja.

Hati Thor berdebar saat ia bertanya-tanya. Belati dari mimpinya melintas di depan matanya. Apakah hal itu menjadi kenyataan?

Dia harus mengetahui kebenarannya. Dia mengulurkan tangan dan meraih pejalan kaki, anak laki-laki berjalan ke arah yang berlawanan.

“Mau ke mana kau?” tanya Thor. “Apa yang terjadi?”

“Tak tahukah kau?” seru anak laki-laki itu panik. “Raja kita sedang sekarat! Ia ditusuk! Orang-orang pergi ke gerbang Istana untuk mengetahui kebenarannya. Jika itu benar, maka sesuatu yang buruk akan menimpa kita. Bisakah kau bayangkan? Sebuah kerajaan yang tanpa raja?”

Seusai mengatakannya, anak laki-laki itu melepaskan diri dari Thor, berbalik dan berlari kembali di kegelapan malam.

Thor berdiri di sana, hatinya berdebar-debar, tak ingin memahami kenyataan di sekitarnya. Mimpinya, firasatnya - semuanya lebih dari sekedar angan-angan. Ia telah melihat masa depan. Dua kali. Dan itu membuatnya takut. Kekuatannya lebih besar daripada yang ia kira, dan semakin kuat seiring dengan bergantinya hari. Akan kemanakah akhir semua ini?

Thor berdiri di sana, mencoba berpikir apa yang sebaiknya ia lakukan. Ia telah berhasil lolos, tapi tak tahu akan kemanakah ia sekarang. Tentu saja semua pengawal kerajaan – dan seisi Istana Raja- akan berusaha mencarinya. Fakta bahwa Thor telah melarikan diri akan membuatnya tampak bersalah. Namun MacGil telah ditusuk ketika Thor berada di penjara – bukankah hal itu akan meringankannya? Atau malah akan membuatnya tampak menjadi bagian dari sebuah konspirasi?

Thor tak memiliki sebuah kesempatan pun. Sudah jelas bahwa tak seorang pun di kerajaan bersedia mendengarkan penjelasan rasional – tampak bahwa setiap orang di sekitarnya telah mengetahui pembunuhan itu. Dan ia mungkin akan menjadi kambing hitamnya. Tempat yang paling aman adalah yang terjauh dari sini. Ia seharusnya pergi, bersembunyi di pedesaan – atau mungkin lebih jauh lagi, sejauh mungkin yang ia bisa.

Tapi Thor tak ingin melarikan diri; itu bukanlah sifatnya. Ia ingin berada di sini, untuk membersihkan namanya, dan mempertahankan posisinya di Legiun. Ia bukanlah penakut, dan ia tidak akan lari. Terlebih lagi, ia ingin bertemu dengan MacGil sebelum ia wafat – dengan memperkirakan kemungkinan bahwa ia masih hidup saat ini. Ia harus menemuinya. Ia merasa bersalah karena tak dapat menggagalkan pembunuhan itu. Mengapa ia harus mendapatkan penglihatan tentang kematian raja jika ia tak dapat menghentikannya? Dan mengapa ia bisa mengetahui bahwa raja akan diracun, meski faktanya ia telah ditikam?

Ketika Thor sibuk berdebat dengan dirinya sendiri, terbayanglah sebuah nama: Reece. Reece adalah seseorang yang ia yakin tak akan menyeretnya ke pengadilan, bahkan mungkin ia dapat membantunya menyembunyikan diri. Ia merasa Reece akan percaya padanya. Ia tahu bahwa kasih sayang Thor tulus pada ayahnya. Dan jika ada seseorang yang punya kemampuan membersihkan namanya, orang itu adalah Reece. Ia harus mencarinya.

Thor berlari cepat kembali menyusuri lorong, berputar dan berbalik melawan kerumunan untuk menghindari Pintu Gerbang Kerajaan, menuju kastil. Ia tahu di mana kamar Reece – di bagian paling timur, dekat dengan dinding terluar kota – dan ia hanya bisa berharap bahwa Reece sedang berada di dalam kamarnya. Jika memang demikian, mungkin ia dapat menarik perhatiannya, membantunya mencari jalan masuk menuju kastil. Thor merasa cemas kalau ia terlalu lama berkeliaran di sini, di jalan, ia akan dengan cepat dikenali. Dan pada saat kerumunan orang itu mengenalinya, mereka mungkin akan mencabik-cabiknya.

Sesudah Thor menyusuri jalan demi jalan, kakinya terpeleset lumpur di kegelapan malam musim panas. Akhirnya ia sampai di dinding batu terluar benteng kerajaan. Ia menempelkan tubuhnya di sepanjang dinding, persis di bawah mata para penjaga yang berdiri dengan jarak tertentu.

Ketika ia telah mendekati jendela kamar Reece, ia membungkuk dan mengambil sebuah batu yang licin. Untunglah, satu-satunya senjata yang tidak diambil para penjaga penjara darinya adalah ketapel lamanya. Ia mengambil ketapel itu dari pinggangnya, menempatkan batu di dalamnya dan menembakkannya.

Dengan tembakan sempurna itu Thor berhasil melemparkan batu melampaui dinding kastil dan mendarat dengan sempurna di dalam jendela kamar Reece yang terbuka. Thor mendengarnya bergemeletak di dinding bagian dalam, lalu ia menunggu, membungkukkan tubuhnya di sepanjang dinding agar keberadaannya tak terdeteksi pengawal Raja yang curiga mendengar suara itu.

Tak terjadi apapun selama beberapa saat. Jika memang benar-benar tak terjadi apapun, maka Thor harus meninggalkan tempat itu; karena tak ada cara mendapatkan perlindungan. Ia menahan napas, jantungnya berdebar, sambil menunggu dan melihat ke arah jendela Reece yang terbuka.

Waktu seperti berjalan sangat lama, Thor baru saja hendak meninggalkan tempat itu ketika ia melihat sesosok tubuh menjulurkan kepalanya keluar dari jendela, membuka jendela lebar-lebar dan memandang sekitarnya dengan bertanya-tanya.

Thor berdiri, mengambil beberapa langkah menjauhi dinding, dan melambaikan satu lengannya tinggi-tinggi.

Reece memandang ke bawah dan melihatnya. Wajahnya berbinar saat melihat Thor, sangat jelas diterpa cahaya obor bahkan di kejauhan ini. Dan Thor merasa lega karena melihat keceriaan di wajahnya, yang membuatnya yakin bahwa Reece tak akan menjebloskannya ke penjara lagi.

Reece memberikan tanda untuk menunggu, dan Thor bergegas menuju dinding, membungkuk serendah mungkin sampai penjaga menjauhi tempat itu.

Thor tak tahu ia telah menunggu untuk berapa lama, siaga setiap saat untuk menjauhi para penjaga, sampai akhirnya Reece muncul, melesat lewat sebuah pintu di dinding terluar, menahan napasnya dan melihat ke sekeliling mencari Thor.

Reece berlari ke arahnya dan memeluknya. Thor merasa sangat lega. Ia mendengar suara mengeong, dan melihat ke bawah dengan gembira ke arah Krohn, yang bersembunyi di balik baju Reece. Krohn hampir saja melompat keluar dari baju Reece ketika Reece meraih dan mengulurkannya ke arah Thor.

Krohn – macan tutul putih yang telah Thor selamatkan - melompat ke dalam pelukan Thor, mengeong dan menjilati wajah Thor.

Reece tersenyum.

“Saat mereka memasukkanmu ke penjara, ia mencoba mengikutimu, dan aku membawanya supaya ia aman bersamaku.”

Thor menepuk bahu Reece dengan penuh rasa terima kasih. Lalu ia tertawa karena Krohn terus menjilatinya.

“Aku merindukanmu juga, Nak,” Thor tertawa dan menciumnya kembali. “Tenanglah sekarang, atau para penjaga akan mendengar kita.”

Krohn terdiam, sekana ia memahami kata-kata Thor.

“Bagaimana caramu melarikan diri?” tanya Reece heran.

Thor menggeleng. Ia tak yakin harus mengatakan apa. Ia masih merasa tak enak menceritakan tentang kekuatannya, yang ia pun tak bisa memahaminya. Ia tak ingin orang lain mengira dirinya semacam orang gila.

“Kurasa aku hanya beruntung,” jawabnya. “Aku melihat sebuah kesempatan dan aku lari.”

“Aku heran orang-orang di sana tidak mengeroyokmu,” kata Reece.

“Mungkin karena gelap,” kata Thor. “Mungkin tak seorang pun mengenaliku. Mungkin belum, kurasa.”

“Apakah kau tahu kalau semua prajurit di kerajaan ini mencarimu? Tahukah kau bahwa ayahku telah ditikam?”

Thor mengangguk, serius. “Apakah ia baik-baik saja?”

Reece menundukkan wajahnya.

“Tidak,” jawabnya dengan muram. “Ia sekarat.”

“Kau tahu ‘kan kalau aku tak melakukannya?” tanya Thor, berharap. Ia tak peduli dengan anggapan orang, tapi ia butuh sahabatnya, putra termuda MacGil, untuk yakin bahwa ia tak bersalah.

“Tentu saja,” kata Reece. “Kalau tidak aku tak akan berdiri di sini.”

Thor merasakan dadanya meluap dengan kelegaan, dan ia merangkul pundak Reece sebagai rasa terima kasih.

“Tapi seluruh kerajaan tak berpendapat sama sepertiku,” lanjut Reece. “Tempat teraman untukmu adalah sejauh mungkin dari tempat ini. Aku akan memberimu kudaku yang paling cepat, suplai makanan, dan mengirimmu ke tempat yang jauh. Kau harus bersembunyi sampai semuanya berakhir, sampai mereka menemukan pembunuh yang sebenarnya. Tak seorang pun dapat berpikir jernih sekarang.”

Thor menggelengkan kepalanya.

“Tidak bisa,” katanya. “Itu hanya akan membuatku tampak semakin bersalah. Aku ingin semua tahu bahwa bukan aku pelakunya. Aku tak bisa melarikan diri dari masalah. Aku harus membersihkan namaku.”

Reece menggelengkan kepalanya.

“Jika kau etap di sini, mereka akan menemukanmu. Kau akan dijebloskan ke penjara lagi – dan dihukum mati – itu pun jika kau tidak dikeroyok oleh massa duluan.”

“Itu adalah resiko yang harus kuambil,” kata Thor.

Reece memandangnya tajam dan lama, dan pandangannya berubah dari iba menjadi pujian. Akhirnya ia mengangguk perlahan.

“Kau memang pemberani. Dan bodoh. Sangat bodoh. Itulah mengapa aku menyukaimu.”

Reece tersenyum. Thor tersenyum kembali kepadanya.

“Aku ingin berjumpa dengan ayahmu,” kata Thor. “Aku ingin punya kesempatan untuk menjelaskan kepadanya secara langsung, bahwa aku bukanlah pelakunya dan aku tak ada kaitan dengan ini semua. Jika ia memutuskan untuk menghukumku, maka biarlah. Tapi aku harus mendapat kesempatan ini. Aku ingin ia tahu. Itu saja yang aku minta darimu.”

Reece menatapnya sungguh-sungguh, berusaha memahami keinginan temannya. Akhirnya, setelah beberapa lama, ia mengangguk.

“Aku bisa membawamu kepadanya. Aku tahu sebuah jalan belakang yang menuju ke kamarnya. Ini sangat berisiko – dan saat kau berada di dalam, kau akan sendirian. Tak ada jalan keluar. Dan tak ada apapun yang bisa kulakukan untukmu saat itu. Bisa saja kau akan menemui kematianmu. Apa kau yakin mengambil risiko itu?”

Thor mengganggukkan kepala kuat-kuat dengan penuh keyakinan.

“Baiklah kalau begitu,” kata Reece, dan tiba-tiba ia melemparkan sebuah jubah ke arah Thor.

Thor menangkapnya dan merasa terkejut; ia sadar bahwa Reece telah merencanakan hal ini sebelumnya.

Reece tersenyum saat Thor menatapnya.

“Aku sudah tahu kau pasti akan sangat tolol dan memilih untuk tidak lari. Aku tak berharap banyak dari sahabatku.”




BAB EMPAT


Gareth mondar-mandir kamarnya, mengingat kembali peristiwa malam itu, dibanjiri kecemasan. Ia tidak percaya apa yang terjadi di perayaan itu, bagaimana semua sudah begitu keliru. Dia hampir tidak bisa memahami bahwa anak bodoh, orang asing itu Thor, entah bagaimana menangkap plot racunnya dan terlebih lagi, telah benar-benar berhasil menghadang cawan itu. Gareth kembali berpikir ke masa ketika ia melihat Thor menerobos masuk, menyambar jatuh cawan itu, ketika ia mendengar cawan itu mengenai batu, menyaksikan anggur tumpah ke lantai, dan melihat semua mimpinya tumpah bersama anggur itu.

Pada saat itu, Gareth telah hancur. Semua yang ia miliki selama hidup telah hancur. Dan ketika anjing itu menjilat-jilat anggur itu dan akhirnya mati - ia tahu ia sudah tamat. Ia melihat seluruh hidupnya melintas di depannya, melihat dirinya terpergok, dijatuhi hukuman seumur hidup di penjara bawah tanah karena mencoba membunuh ayahnya. Atau yang lebih buruk, dihukum mati. Itu adalah hal yang konyol. Ia seharusnya tidak pernah melakukan rencana itu, tidak pernah mengunjungi penyihir itu.

Gareth sudah, paling tidak, bertindak dengan cepat, mengambil sebuah kesempatan dan melompat berdiri dan menjadi yang pertama menyalahkan Thor. Mengingat kembali, ia bangga pada dirinya sendiri, betapa cepat ia bereaksi. Saat munculnya inspirasi itu, dan keheranan, nampaknya gagasan itu berhasil. Mereka menyeret Thor pergi, dan setelah itu, perayaan hampir dimulai lagi. Tentu saja, tidak akan ada yang sama setelah peristiwa itu, tapi paling tidak, kecurigaan nampaknya jatuh tepat pada anak itu

Gareth hanya berdoa semoga tetap seperti itu. Telah berlangsung selama beberapa dekade sejak percobaan pembunuhan terhadap MacGil, dan Gareth khawatir akan ada penyelidikan, bahwa mereka pada akhirnya akan menggali perbuatan itu lebih dalam lagi. Mengingat kembali, ia merasa bodoh sudah mencoba meracuninya. Ayahnya tidak terlihat. Gareth mestinya sudah mengetahui hal itu. Dia telah menjadi tidak terjangkau. Dan sekarang ia tidak bisa tidak merasa bahwa hanya masalah waktu sampai kecurigaan jatuh padanya. Ia akan harus melakukan sebisa mungkin untuk membuktikan Thor yang bersalah dan membuatnya dieksekusi sebelum terlambat.

Paling tidak Gareth sudah agak menebus dirinya: setelah percobaan yang gagal itu, ia telah membatalkan rencana pembunuhan itu. Sekarang, Gareth merasa lega. Setelah menyaksikan plotnya gagal, ia telah menyadari ada bagian dari dirinya, di lubuk terdalam, yang tidak ingin membunuh ayahnya, bagaimana pun ia tidak menginginkan darah ayahnya tertumpah di tangannya. Ia tidak akan menjadi raja. Ia tidak akan pernah menjadi raja. Tapi setelah peristiwa malam ini, ia telah menemukan penyelesaian. Paling tidak ia akan bebas. Ia mungkin tidak pernah bisa menangani tekanan mengalami semua hal ini lagi: rahasia itu, tipuan, terus-menerus cemas akan terpergok. Semua itu terlalu banyak untuknya.

Sebagaimana ia berjalan mondar-mandir, malam merayap lambat, akhirnya, perlahan-lahan, ia mulai tenang. Hanya sesaat ia mulai merasa kembali pada ditrinya sendiri, bersiap-siap untuk menyudahi malam, tiba-tiba sesuatu terjadi, dan ia berbalik untuk melihat pintu segera terbuka. Serta-merta Firth, membelalak, panik, bergegas masuk ke ruangan itu seolah-olah ia sedang dikejar.

"Dia mati!” Firth menjerit. "Dia mati! Aku membunuhnya. Dia sudah mati!"

Firth histeris, meraung, dan Gareth tidak punya gagasan apa dia bicarakan. Apakah ia mabuk?

Forth berlari ke sepanjang ruangan itu, menjerit, menangis, mengangkat tangannya - dan saat itulah Gareth melihat telapak tangannya, berlumuran darah, tunik kuningnya, bernoda merah.

Jantung Gareth berdetak kencang. Firth baru saja membunuh seseorang. Tapi siapa?

“Siapa yang mati?” desak Gareth. "Siapa yang kau bicarakan?"

Tapi Firth menjadi histeris, dan tidak bisa fokus. Gareth berlari ke arahnya, menyambar bahunya dengan kuat dan mengguncangnya.

"Jawab aku!"

Firth membuka matanya dan menatap, dengan mata seperti kuda liar.

"Ayahmu! Sang Raja! Ia meninggal! Oleh tanganku!"

Dengan kata-katanya, Gareth merasa seolah-olah pisau telah dijerumuskan ke dalam hatinya sendiri.

Ia kembali menatapnya, terbelalak, membeku, merasakan seluruh tubuhnya mati rasa. Ia melepaskan pegangannya, melangkah satu langkah mundur, dan berusaha mengambil napas. Ia bisa melihat dari semua darah itu bahwa Firth telah mengatakan yang sebenarnya. Ia bahkan tidak bisa memahaminya. Firth? Bocah dari kandang kuda? Yang berkemauan paling lemah dari seluruh teman-temannya? Membunuh ayahnya?

"Tapi...bagaimana mungkin?" Gareth tersentak. "Kapan?"

"Terjadi dalam kamarnya," kata Firth. "Baru saja. Aku menikamnya."

Kebenaran berita itu mulai menyeruak masuk, dan Gareth memperoleh kembali akalnya; ia menyadari pintunya yang terbuka, berlari ke arah pintu, dan membantingnya tertutup, memeriksa lebih dulu untuk memastikan tidak ada pengawal yang melihat. Untungnya, koridor itu kosong. Ia menarik palang besi berat di atas pimnu.

Ia segera kembali melintasi ruangan itu. Firth masih histeris, dan Gareth harus menenangkannya. Ia membutuhkan jawaban.

Ia meraih bahunya, memutarnya, dan menamparnya dengan cukup keras untuk membuatnya berhenti. Akhirnya, Firth fokus padanya.

"Katakan padaku segalanya," perintah Gareth dengan dingin. "Katakan padaku apa yang sesungguhnya terjadi. Mengapa kau melakukan hal ini?"

“Apa yang kau maksud dengan mengapa?” tanya Firth, bingung. "Kau ingin membunuhnya. Racunmu tidak berhasil. Aku kira aku bisa menolongmu. Aku kira itulah yang kau inginkan."

Gareth menggelengkan kepalanya. Ia mencengkram baju Firth dan mengguncangnya, lagi dan lagi.

"Mengapa kau melakukan hal ini!?" Teriak Gareth.

Gareth merasa seluruh dunianya runtuh. Ia terkejut menyadari ia benar-benar merasa menyesal terhadap ayahnya. Ia tidak bisa memahaminya Hanya beberapa jam yang lalu, ia sangat menginginkan melihat ayahnya diracuni, mati di atas meja. Sekarang gagasan ayahnya telah terbunuh telah memukulnya seperti kematian seorang sahabat. Ia merasa dirundung penyesalan. Bagaimanapun, ebagian dari dirinya tidak ingin dia mati - terutama tidak dengan cara ini. Bukan oleh tangan Firth. Dan bukan oleh belati.

"Aku tidak mengerti," rengek Firth. "Hanya beberapa jam yang lalu kau mencoba membunuhnya sendiri. Rencana cawan anggurmu. Aku kira kau akan berterima kasih!"

Yang mengejutkan dirinya sendiri, Gareth mencengkram dan memukul wajah Firth.

"Aku tidak menyuruhnmu melakukan hal itu!" tampar Gareth. “Aku tidak pernah menyuruhmu melakukan hal ini. Mengapa kau membunuhnya? Lihatlah dirimu. Kau berlumuran darah. Sekarang kita berdua sudah mampus. Hanya persoalan waktu sampai para pengawal menangkap kita."

"Tidak ada yang melihat," aku Firth. "Aku menyelinap di antara pergantian giliran jaga. Tidak seorang pun yang melihatku."

"Dan di manakah senjatanya?"

"Aku tidak meninggalkannya," kata Firth dengan bangga. "Aku tidak bodoh. Aku membuangnya."

"Dan pisau apakah yang kau gunakan?" Gareth bertanya, pikirannya berputar dengan siratan. Ia beranjak dari penyesalan menjadi kekhawatiran; pikirannya berpacu dengan setiap detail jejak yang mungkin ditinggalkan orang bodoh yang kikuk ini, setiap detail yang mungkin mengarah pada dirinya.

"Aku menggunakan sebuah belati yang tidak bisa dilacak," kata Firth, bangga terhadap dirinya sendiri. "Itu adalah belati yang tumpul dan tanpa pemilik. Aku menemukannya di dalam kandang kuda. Ada empat belati yang serupa dengan itu. Belati itu tidak bisa dilacak," ulangnya.

Gareth merasakan jantungnya luruh.

"Apakah belati itu pendek, dengan pegangan merah dan melengkung? Terpampang di dinding di samping kudaku?"

Firth mengangguk kembali, tampak ragu-ragu.

Gareth melotot.

"Bodoh. Tentu saja itu belati yang dapat dilacak! "

"Tapi tidak ada penanda di belati itu!" protes Firth, terdengar takut, suaranya bergetar.

"Tidak ada penanda pada belati itu - tapi ada sebuah tanda di gagangnya!" teriak Gareth. "Di sebelah bawah! Kau tidak memeriksanya dengan teliti. Bodoh." Gareth melangkah maju, wajahnya merah padam. "Lambang kudaku terukur di bawahnya. Siapa pun yang mengenal keluarga kerajaan dengan baik bisa melacak belati itu menuju padaku."

Ia menatap Firth, yang nampak bingung. Ia ingin membunuhnya.

"Apa yang kau lakukan dengan belati itu?" tekan Gareth. "Katakan padaku kau menyimpannya. Katakan padaku bahwa kau membawanya kembali bersamamu. Kumohon."

Firth menelan ludah.

"Aku membuangnya dengan hati-hati. Tidak seorang pun akan menemukannya."

Gareth mengernyit.

"Di mana, tepatnya?"

"Aku membuangnya ke bawah saluran batu, ke dalam jamban kastil. Mereka membuang jamban itu setiap jam, ke dalam sungai. Jangan khawatir, tuanku. Belati itu ada di dasar sungai sekarang."

Lonceng kastil berdentang tiba-tiba, dan Gareth berbalik dan berlari ke jendela yang terbuka, hatinya dibanjiri panik. Dia melihat keluar dan melihat semua kekacauan dan keributan di bawah, massa mengelilingi kastil. Loncong yang berdentang itu hanya bisa berarti satu hal: Firth tidak berbohong. Dia telah membunuh sang raja.

Gareth merasakan tubuhnya sedingin es. Ia tidak bisa membayangkan bahwa ia telah digerakkan seolah-olah seperti iblis. Dan bahwa Firth, dari semua orang, telah melaksanakannya.

Tiba-tiba muncul gedoran di pintu kamarnya, dan seperti meledak terbuka, beberapa pengawal kerajaan bergegas masuk. Sesaat, Gareth yakin mereka akan menangkapnya.

Tapi yang membuatnya terkejut, mereka berhenti dan berdiri tegak.

"Tuanku, ayah Anda telah ditikam. Mungkin ada pembunuh berkeliaran. Pastikan untuk tetap aman di kamar Anda. Beliau terluka parah. "

Rambutnya naik di belakang leher Gareth di akhir kalimatnya.

"Terluka?” ulang Gareth, kata-katanya hampir tersangkut di tenggorokannya. "Jadi apakah beliau masih hidup?

"Ya, tuanku. Dan Tuhan bersamanya, ia akan selamat dan mengatakan pada kami siapa yang melakukan perbuatan yang keji ini."

Dengan bungkukan singkat pengawal itu segera keluar dari kamar, membanting pintu tertutup.

Sebuah kemarahan menguasai Gareth dan ia menyambar bahu Firth, mendorongnya melintasi ruangan dan membanting dia ke dinding batu.

Firth menatapnya kembali, terbelalak, tampak ngeri, terdiam.

"Apa yang sudah kau lakukan?" teriak Gareth. "Sekarang kita berdua akan berakhir!"

"Tapi...tapi...." Firth terhuyung, "... aku yakin dia sudah mati!"

"Kau yakin terhadap banyak hal," kata Gareth, "dan semuanya salah!"

Sebuah pikiran terlintas dalam pikiran Gareth.

"Belati itu," katanya. "Kita harus mengambilnya, sebelum terlambat."

"Tapi aku sudah membuangnya, tuanku," kata Firth. "Belati itu sudah hanyut di sungai!"

"Kau membuangnya ke dalam jamban. Yang belum berarti sekarang ada di dalam sungai."

"Tapi itu yang paling mungkin terjadi!" kata Firth.

Gareth tidak bisa lagi mengatasi idot ini. Ia berhambur melewatinya, berlari ke pintu, Firth di belakangnya.

"Aku akan pergi bersama Anda. Aku akan menunjukkan di mana tepatnya aku membuangnya," kata Firth.

Gareth berhenti di koridor, berbalik dan menatap Firth. Ia berlumuran darah, dan Gareth heran para pengawal tidak mengetahuinya. Untung saja. Firth merasa lebih bertanggung jawab dibandungkan sebelumnya.

"Aku hanya akan mengatakan hal ini satu kali," gertak Gareth. "Kembali ke kamarku segera, ganti bajumu, dan bakar baju itu. Singkirkan semua jejak darah. Lalu menghilanglah dari kastil ini. Jauhi aku malam ini. Apa kau mengerti?"

Gareth mendorongnya, lalu berbalik dan lari. Ia berlarian turun ke koridor, berlaru menuruni tangga batu melingkar, turun ke lantai demi lantai, menuju ke pondok para pelayan.

Akhirnya, ia bersegera menuju ruang bawah tanah, dengan kepala berpaling ke beberapa pelayan. Mereka sedang asyik menggosok jamban yang sangat besar dan merebus berember-ember air. Api besar meraung di tengah-tengah tungku bata, dan para pelayan, mengenakan celemek bernoda, sedang bermandi keringat.

Di ujung ruangan Gareth melihat sebuah jamban besar, kotoran yang berasal turun dari sebuah saluran dan terjatuh di dalamnya setiap menit.

Gareth berlari menuju pelayan terdekat dan merengkuh lengannya dengan putus asa.

"Kapankah periuk dikosongkan terakhir kalinya?" tanya Gareth.

"Jamban itu sudah dibawa ke sungai beberapa menit yang lalu, tuanku."

Gareth berbalik dan berlari keluar ruangan, berlari di koridor kastil, kembali menaiki tangga spiral, dan menghambur keluar menuju udara malam yang dingin.

Ia berlari melintasi lapangan rumput, terengah-engah saat ia berlari ke sungai.

Saat ia mendekati sungai itu, ia menemukan tempat untuk bersembunyi, di balik sebuah pohon besar, dekat dengan tepian. Ia mengamati dua pelayan mengangkat jamban besi raksasa dan memiringkan ke dalam arus deras sungai.

Ia mengawasi sampai jamban itu dibalik, semua isinya dikosongkan, sampai mereka kembali bersama dengan jamban itu dan berjalan kembali menuju kastil.

Akhirnya, Gareth merasa puas. Tidak seorang pun menemukan belati. Di mana pun itu, saat ini ada dalam gelombang sungai, hanyut ke dalam anonimitas. Jika ayahnya harus meninggal malam ini, tidak akan ada bukti yang tersisa untuk melacak pembunuhan itu.

Atau akankah ada?




BAB LIMA


Thor mengikuti Reece yang berlari, Krohn di belakangnya saat mereka berkelok-kelok di jalan melalui lorong belakang menuju kamar raja. Reece membawa mereka menuju sebuah pintu rahasia, tersembunyi dalam salah satu dinding batu, dan sekarang memegang obor, memimpin mereka saat mereka dalam satu baris di ruang sempit, sedang berjalan melalui bagian terdalam kastil dalam serangkaian jalan yang memusingkan liku-liku. Mereka menaiki sebuah tangga batu sempit, yang menuju ke lorong lain. Mereka berbelok, dan di depan mereka adalah tangga lain. Thor mengagumi betapa rumit lorong ini.

"Lorong ini dibangun di dalam kastil ratusan tahun yang lalu," Reece menjelaskan dalam bisikan saat mereka sedang terengah-engah sembari menaiki tangga. "Lorong ini dibangun oleh kakek buyut ayahku, raja MacGil ketiga. Beliau membangunnya setelah pengepungan - ini adalah rute pelarian. Ironisnya, kami belum pernah dikepaung sejak itu, dan lorong ini belum digunakan dalam berabad-abad. Mereka naik ke atas dan aku menemukannya sewaktu kecil. Aku suka menggunakannya dari waktu ke waktu untuk berkeliling istana tanpa ada yang mengetahui keberadaanku. Ketika kami muda, Gwen, Godfrey, dan aku bermain sembunyi-sembunyian di sini. Kendrick terlalu tua, dan Gareth tidak suka bermain dengan kami. Tanpa obor, itu adalah peraturannya. Gelap gulita. Terasa menakutkan pada saat itu."

Thor mencoba menyusul ketika Reece menuntun di sepanjang lorong dengan keahlian yang menakjubkan, jelas bahwa dia tahu setiap langkah di luar kepala.

"Bagaimana mungkin Anda ingat semua belokan ini?" Thor bertanya dengan perasaan kagum.

"Kau menjadi kesepian tumbuh sebagai seorang anak laki-laki di dalam kastil ini," lanjut Reece, "khususnya ketika orang lain lebih tua, dan kau terlalu muda untuk bergabung dengan Legiun, dan tidak ada hal lain yang bisa dilakukan. Aku membuatnya sebagai misiku untuk menemukan setiap sudut dan celah tempat ini."

Mereka berbelok lagi, menuruni tiga tangga batu, berbelok melalui celah sempit di dinding, lalu menuruni anak tangga yang panjang. Akhirnya, Reece membawa mereka ke pintu oak tebal, yang tertutup debu. Ia menempelkan satu telinga di pintu itu dan mendengarkan. Thor bergabung di sisinya.

"Pintu apakah ini?" tanya Thor.

"Sttt," kata Reece.

Thor terdiam dan meletakkan telinganya sendiri di pintu, mendengarkan. Krohn berdiri di sana di belakangnya, menengadah.

"Ini adalah pintu belakang menuju ruangan ayahku," bisik Reece. "Aku ingin mendengar siapa yang ada di sana bersamanya."

Thor mendengarkan, jantungnya berdegup, suara-suara teredam di balik pintu.

"Kedengarannya ruangan itu penuh dengan orang," kata Reece.

Reece berbalik dan memberi Thor tatapan bermakna.

"Kau akan berjalan menuju badai api. Jendralnya akan ada di sana, dewannya, para penasihatnya, keluarganya - semua orang. Dan aku yakin setiap satu dari mereka akan mewaspadaimu, yang dianggap pembunuhnya Ini akan menjadi seperti berjalan ke gerombolan pengeksekusi. Jika ayahku masih berpikiran kau mencoba membunuhnya, kau akan tamat. Apakah kau yakin ingin melakukan hal ini?"

Thor menelan ludah dengan susah payah. Sekarang atau tidak sama sekali. Tenggorokannya menjadi kering, ketika ia menyadari ini adalah salah satu momen perubahan hidupnya. Akan lebih mudah untuk berbalik saat ini, melarikan diri. Ia bisa hidup dalam kehidupan yang aman di suatu tempat, jauh dari Istana Raja. Atau dia bisa melewati pintu itu dan mungkin menghabiskan sisa hidupnya di penjara bawah tanah, dengan penderita kretin - atau bahkan dieksekusi.

Ia menarik napas dalam-dalam, dan memutuskan. Dia harus menghadapi hantu-hantu di kepalanya. Ia tidak boleh mundur.

Thor mengangguk. Ia takut untuk membuka mulutnya, takut bahwa jika ia melakukannya, ia mungkin mengubah pikirannya.

Reece balas mengangguk, dengan tatapan persetujuan, lalu mendorong gagang besi dan mencondongkan bahunya pada pintu tersebut.

Thor menyipitkan mata di bawah cahaya obor terang ketika pintunya terbuka. Dia menemukan dirinya berdiri di tengah ruangan pribadi raja, Krohn dan Reece sampingnya.

Ada setidaknya dua lusin orang berdesakan di sekitar raja, yang terbaring di tempat tidurnya; beberapa berdiri di sampingnya, yang lain berlutut. Di sekitar raja adalah para penasihatnya dan jenderal, bersama dengan Argon, sang Ratu, Kendrick, Godfrey - bahkan Gwendolyn. Itu penjagaan kematian, dan Thor mengganggu urusan pribadi keluarga ini.

Suasana di ruangan itu muram, wajah-wajah nampak serius. MacGil berbaring disandarkan di atas bantal, dan Thor lega melihat bahwa beliau masih hidup - setidaknya untuk saat ini.

Semua wajah berubah sekaligus, kaget saat Thor dan Reece tiba-tiba masuk. Thor menyadari seperti apa kejutan yang pasti terjadi, dengan kemunculan mereka tiba-tiba di tengah ruangan, keluar dari pintu rahasia di dinding batu.

"Itulah dia!" seseorang dari kerumunan berteriak, berdiri dan menunjuk Thor dengan kebencian. "Dialah yang mencoba meracuni raja!"

Para penjaga bersiap siaga terhadapnya dari semua penjuru ruangan itu. Thor tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sebagian dari dirinya ingin berbalik dan melarikan diri, tapi ia tahu ia harus menghadapi massa yang marah ini, harus memiliki perdamaian dengan raja. Jadi dia menguatkan dirinya, karena beberapa penjaga berlari ke depan, mengulurkan tangan untuk meraihnya. Krohn, di sisinya, menggeram, memperingatkan para penyerangnya.

Ketika Thor berdiri di sana, ia merasakan panas tiba-tiba bangkit dalam dirinya, kekuatan bergelombang melalui dirinya; ia mengangkat satu tangan, tanpa sadar, dan mengulurkan telapak tangan dan mengarahkan energinya ke arah mereka.

Thor tercengang karena mereka semua berhenti di tengah langkahnya, beberapa meter jauhnya, seolah membeku. Kekuatannya, apa pun itu, menggenang dalam dirinya, membuat mereka berada jauh.

"Beraninya kau datang ke sini dan menggunakan sihirmu, nak!" Brom - jendral raja yang paling hevat - berteriak, menarik pedangnya. "Apakah mencoba membunuh raja kami sekali belum cukup?"

Brom mendekati Thor dengan pedang teracung; saat ia melakukannya, Thor merasakan sesuatu melintasi dirinya, sebuah perasaan yang lebih kuat dari yang pernah ia rasakan. Ia seketika menutup matanya dan berkonsentrasi. Ia merasakan energi di dalam pedang Brom, bentuknya, logamnya dan entah bagaimana, ia menjadi satu dengannya. Ia menghendaki untuk berhenti di benaknya.

Brom berdiri membeku di tengah jalan, dengan mata terbelalak.

"Argon!" Brom berputar dan berteriak. "Hentikan penyihir itu segera! Hentikan bocah itu!"

Argon melangkah dari keramaian, dan perlahan-lahan menurunkan tudungnya. Dia balas menatap Thor dengan kuat, mata terbakar.

"Aku lihat tidak ada alasan menghentikannya," kata Argon. "Ia tidak datang ke mari untuk mencelakai."

"Apa Anda gila? Dia hampir membunuh Raja kita!"

"Itu adalah apa yang Anda kira," kata Argon. "Itu bukanlah apa yang aku lihat."

"Biarkan dia," terdengar suara serak dan berat.

Semua orang berpaling ketika MacGil duduk. Dia memandang sekeliling, sangat letih lesu. Sangat jelas bahwa adalah perjuangan baginya untuk berbicara.

"Aku ingin menemui anak itu. Dia bukan orang yang menikamku. Aku melihat wajah pria itu, dan itu bukanlah dia. Thor tidak bersalah."

Perlahan-lahan, yang lain melonggarkan kewaspadaan mereka, dan Thor mengendurkan pikirannya, membiarkan mereka pergi. Para penjaga mundur, menatap Thor dengan waspada, seolah-olah ia dari alam lain, dan perlahan-lahan menempatkan pedang mereka kembali sarung pedangnya.

"Aku ingin melihatnya," kata MacGil. "Sendirian. Kalian semua. Tinggalkan kami."

"Baginda Raja," kata Brom. "Apa Anda benar-benar merasa aman? Hanya Anda dan bocah ini saja?"

"Thor tidak boleh disentuh," kata MacGil. "Sekarang tinggalkan kami. Kalian semua. Termasuk keluargaku."

Suatu keheningan yang amat sangat melanda ruangan tersebut saat semua orang saling menatap satu sama lain, tidak yakin dengan pasti apa yang harus dilakukan. Thor berdiri di sana, Thor tepaku di sana, hampir tidak dapat memahami semuanya.

Satu demi satu orang-orang itu, termasuk keluarga Raja, keluar dari ruangan itu, sebagaimana Krohn pergi bersama Reece. Ruangan itu, yang sekejap sebelumnya dipenuhi orang-orang, tiba-tiba menjadi kosong.

Pintu tertutup. Hanya ada Thor dan sang raja, berdua dalam keheningan. Ia hampir tidak bisa memercayainya. Melihat MacGil terbaring di sana, sangat pucat, kesakitan, melukai hati Thor lebih dari yang bisa ia katakan. Ia tidak tahu mengapa, tapi hampier seperti sebagian dari dirinya sekarat di sana juga, di ranjang itu. Ia menginginkan lebih dari apapun bagi sang raja supaya sembuh.

"Mari sini, anakku," kata MacGil dengan lemah, suaranya parau, nyaris berbisik.

Thor menundukkan kepalanya dan segera menuju ke sisi raja, berlutut di depannya. Raja mengulurkan pergelangan tangan yang lemas; Thor mengambil tangannya dan menciumnya.

Thor mendongak dan melihat MacGil tersenyum lemah. Thor terkejut merasakan air mata panas membanjiri pipinya sendiri.

"Junjunganku," mulai Thor, terburu-buru, tidak dapat menyimpannya lagi, "mohon percayalah. Saya tidak meracuni Anda. Saya mengetahui rencana tersebut hanya dari mimpi saya. Dari kekuatan yang tidak saya ketahui. Saya hanya ingin memperingatkan Anda. Tolong, percayalah-"

MacGil mengangkat telapak tangan, dan Thor terdiam.

"Aku salah terhadapmu," kata MacGil. "Memerlukan tertikam pria lain untuk menyadari bahwa itu bukan kau. Kau hanya mencoba menyelamatkan aku. Maafkan aku. Kau setia. Mungkin satu-satunya anggota kerajaanku yang setia.

"Betapa saya berharap bahwa saya salah," kata Thor. "Bagaimana saya berharap Anda selamat. Bahwa mimpi saya hanya ilusi; bahwa Anda tidak pernah dibunuh. Mungkin saya salah. Mungkin Anda akan selamat."

MacGil menggeleng.

"Waktuku telah tiba," katanya kepada Thor.

Thor menelan ludah, berharap itu tidak benar, tetapi ia merasakannya.

"Apakah Anda tahu siapa yang melakukannya tindakan mengerikan ini, tuanku?" Thor menanyakan pertanyaan yang telah membakar pikirannya sejak ia melihat mimpi itu. Ia tidak bisa membayangkan siapa yang ingin membunuh raja, atau mengapa.

MacGil menatap langit-langit, berkedip dengan susah payah.

"Aku melihat wajahnya. Itu adalah wajah aku kenal dengan baik. Tapi karena beberapa alasan, aku tidak bisa mengatakannya."

Ia berpaling dan menatap Thor.

"Itu tidak masalah sekarang. Waktuku sudah tiba. Apakah oleh tangannya, atau oleh orang lain, pada akhirnya masih tetap sama. Yang penting sekarang," katanya, dan mengulurkan tangan dan meraih pergelangan tangan Thor dengan kekuatan yang mengejutkannya, "adalah apa yang terjadi setelah aku pergi. Kita akan menjadi sebuah kerajaan tanpa seorang raja."

MacGil menatap Thor dengan saksama. Thor tidak mengerti. Thor tidak tahu dengan tepat apa yang beliau katakan - apakah itu, jika ada, yang beliau minta. Thor ingin bertanya, tapi ia bisa melihat betapa sulitnya bagi MacGil untuk bernapas, dan tidak ingin mengambil risiko menyelanya.

"Argon benar tentang kau," katanya, perlahan-lahan melepaskan genggamannya. "Takdirmu jauh lebih hebat dibandingkan aku."

Thor merasakan sengatan kejutan melalui tubuhnya atas kata-kata sang raja. Takdirnya? Lebih hebat dibandingkan Raja? Gagasan bahwa sang Raja akan peduli untuk membahas tentang Thor dengan Argon adalah lebih dari yang bisa dipahami Thor. Dan fakta bahwa ia mengatakan takdir Thor lebih besar dari takdir sang Raja - apa yang mungkin ia maksudkan? Apakah Raja MacGil mengalami delusi dalam momen-momen terakhirnya?

"Aku memilihmu...Aku membawamu ke dalam keluargaku untuk sebuah alasan. Apa kau tahu apa alasannya?

Thor menggelengkan kepalanya, sangat ingin mengetahuinya.

"Tidakkah kau tahi mengapa aku menginginkanmu di sini, hanya kau, dalam momen-momen terakhirku?"

"Maafkan saya, tuanku," katanya, menggelengkan kepalanya. "Saya tidak tahu."

MacGil tersenyum lemah, saat matanya mulai terpejam.

"Ada tanah yang luas, jauh dari sini. Melampaui Alam Liar. Bahkan melampaui tanah pada Naga. Ini adalah tanah para Druid. Dari mana ibumu berasal. Kau harus pergi ke sana untuk mencari jawabannya."

Mata MacGil terbuka lebar dan ia menatap Thor dengan intensitas yang Thor tidak mampu pahami.

"Kerajaan kita bergantung pada itu," tambanhya. "Kau tidak seperti yang lainnya. Kau istimewa. Sampai kau memahami siapa dirimu, kerajaan kita tidak akan pernah beristirahat dengan tenang."

Mata MacGil terpejam dan napasnya semakin dangkal, setiap napas keluar dengan terengah. Cengkeramannya perlahan-lahan melemah di pergelangan tangan Thor, dan Thor merasa air matanya mengalir. Pikirannya berputar-putar dengan semua yang dikatakan raja, sebagaimana ia mencoba untuk memahami semuanya. Ia hampir tidak bisa berkonsentrasi. Apakah ia mendengar semua itu dengan benar?

MacGil mulai membisikkan sesuatu, tapi itu begitu pelan, Thor hampir tidak bisa mendengarnya. Thor mencondongkan tubuhnya, mengarahkan telinganya ke bibir MacGil.

Raja mengangkat kepalanya untuk terakhir kalinya, dan dengan satu upaya terakhir mengatakan:

"Balaskan untukku."

Kemudian, tiba-tiba, MacGil menegang. Ia berbaring di sana selama beberapa saat, kemudian kepalanya berguling ke samping sebagaimana matanya terbuka lebar, membeku.

Meninggal.

"TIDAK!" Thor meratap.

Raungannya pasti cukup keras untuk memperingatkan para penjaga, karena sesaat kemudian, ia mendengar pintu terbuka dengan keras di belakangnya, mendengar keributan puluhan orang bergegas masuk ke ruangan itu. Di sudut kesadarannya ia mengerti ada gerakan di sekelilingnya. Ia samar-samar mendengar lonceng berdentang kastil keluar, lagi dan lagi. Lonceng berdentang, menyamai deburan darah di pelipisnya. Tapi itu semua menjadi kabur, karena saat kemudian ruangan berputar.

Thor pingsan, mengarah ke lantai batu dalam satu keruntuhan besar.




BAB ENAM


Hembusan angin menerpa wajah Gareth dan dia mendongak, berkedip-kedip menahan air mata, ke dalam cahaya pucat dari terbitnya matahari pertama. Hari itu baru saja dimulai, namun di tempat terpencil ini, di sini di tepi Tebing Kolvian, telah berkumpul ratusan keluarga raja, teman-teman, dan abdi-abdi raja terdekat, bekumpul di sekitat, berharap untuk berpartisipasi dalam upacara pemakaman. Di luar mereka, tertahan oleh pasukan tentara, Gareth bisa melihat massa berdatangan, ribuan orang menonton upacara itu dari kejauhan. Kesedihan di wajah mereka tulus. Ayahnya dicintai, itu sudah pasti.

Gareth berdiri bersama seluruh anggota keluarga terdekat, dalam bentuk setengah lingkaran di sekitar tubuh ayahnya, yang duduk ditangguhkan pada papan di atas sebuah lubang di tanah, tali di sekitarnya, menunggu untuk diturunkan. Argon berdiri di depan orang banyak, mengenakan jubah merah tua yang hanya diperuntukkan bagi pemakaman, ekspresinya sulit dipahami saat ia menatap tubuh Raja, tudung menutupi wajahnya. Gareth berusaha keras untuk menganalisa wajah itu, untuk menguraikan seberapa banyak yang Argon tahu. Apakah Argon tahu ia membunuh ayahnya? Dan jika demikian, akankah ia mengatakan pada orang lain - atau membiarkan takdir bermain?

Yang menjadi nasib buruk Gareth, bahwa anak menyebalkan itu, Thor, telah dibebaskan dari kesalahan; sudah pasti, dia tidak bisa menikam raja saat dia berada di penjara bawah tanah. Belum lagi bahwa ayahnya sendiri telah mengatakan kepada semua orang bahwa Thor tidak bersalah. Yang hanya membuat keadaan menjadi lebih buruk bagi Gareth. Sebuah dewan sudah dibentuk untuk mengkaji hal tersebut, untuk meneliti setiap detail pembunuhan. Jantung gareth berdebar saat ia berdiri di sana bersama dengan yang lain, menatap tubuh yang akan diturunkan ke tanah; dia ingin turun bersamanya.

Hanya masalah waktu sampai jejak mengarah pada Firth - dan ketika itu terjadi, Gareth akan dibawa serta. Ia harus bertindak cepat untuk mengalihkan perhatian, untuk menyalahkan orang lain. Gareth bertanya-tanya apakah ada orang di sekitarnya yang mencurigainya. Ia mungkin sekadar paranoid, dan sambil mengamati wajah-wajah, ia tidak melihat seorang pun menatapnya. Berdiri di sana saudara-saudaranya, Reece, Godfrey, dan Kendrick; Gwendolyn adiknya; dan ibunya, wajahnya ditempa dengan kesedihan, tampak melamun; memang, sejak kematian ayahnya, ia telah menjadi orang yang berbeda, nyaris tak bisa bicara. Ia telah mendengar bahwa ketika ia menerima berita itu sesuatu terjadi pada dirinya, semacam kelumpuhan. Setengah wajahnya membeku; ketika dia membuka mulutnya, kata-kata keluar terlalu lambat.

Gareth meneliti wajah dewan Raja di belakangnya - jenderal utamanya, Brom dan kepala Legiun, Kolk, berdiri di depan, di belakang mereka berdiri penasihat abadi ayahnya. Mereka semua pura-pura sedih, tapi Gareth lebih tahu. Ia tahu bahwa semua orang-orang ini, semua anggota dewan dan penasehat dan jenderal - dan semua bangsawan dan penguasa di belakang mereka - hampir tidak peduli. Ia mengenali pada wajah ambisi mereka. Nafsu akan kekuasaan. Karena setiap menatap jenazah raja, ia merasa bahwa setiap orang bertanya-tanya siapa yang mungkin berikutnya meraih tahta.

Itu adalah pikiran besar yang sedang dirasakan Gareth. Apa yang akan terjadi pasca pembunuhan yang kacau itu? Jika hal itu terjadi dengan bersih dan sederhana, dan kesalahan dilimpahkan pada orang lain, maka rencana Gareth ini akan menjadi sempurna - singgasana akan jatuh kepadanya. Lagi pula, ia adalah yang pertama lahir, anak yang sah. Ayahnya menyerahkan kekuasaan kepada Gwendolyn, tapi tidak ada yang hadir pada pertemuan kecuali untuk saudara-saudaranya, dan keinginannya tidak pernah disahkan. Gareth mengenal dewan, dan tahu seberapa serius mereka terhadap hukum. Tanpa sebuah pengesahan, saudarinya tidak bisa memerintah.

Yang, sekali lagi, tertuju padanya. Jika karena proses mengambil tujuannya - dan Gareth bertekad untuk memastikan hal itu - maka tahta harus jatuh pada dirinya. Itu hukumnya.

Saudara-saudaranya akan melawannya, tidak diragukan lagi. Mereka akan mengingat pertemuan mereka dengan ayah mereka, dan mungkin bersikeras bahwa Gwendolyn yang memerintah. Kendrick tidak akan mencoba untuk mengambil alih kekuasaan untuk dirinya sendiri - ia terlalu murni hatinya. Godfrey apatis. Reece masih terlalu muda. Gwendolyn hanya ancaman satu-satunya. Tapi Gareth optimis: ia tidak berpikir dewan sudah siap terhadap seorang wanita - apalagi gadis remaja - untuk memerintah Cincin. Dan tanpa pengesahan dari raja, mereka memiliki alasan yang sempurna untuk melewatinya.

Satu-satunya ancaman nyata yang tersisa dalam pikiran Gareth adalah Kendrick. Bagaimanapun, dia, Gareth, yang dibenci sementara Kendrick dicintai di antara orang-orang umum, di antara para prajurit. Mengingat keadaan itu, selalu ada kesempatan dewan akan menyerahkan tahta kepada Kendrick. Semakin cepat Gareth bisa mengambil kekuasaan, semakin cepat dia bisa menggunakan kekuatannya untuk meredam Kendrick.

Gareth merasakan sentakan di tangannya, dan melihat ke bawah untuk melihat simpul tali membakar telapak tangannya. Ia menyadari bahwa mereka telah mulai menurunkan peti mati ayahnya; ia menoleh dan melihat saudara yang lain, masing-masing memegang tali seperti dia, perlahan-lahan menurunkannya. Tubuh Gareth yang miring, karena ia terlambat menurunkan, lalu ia mengulurkan tangan dan meraih tali dengan tangannya yang lain sampai akhirnya mendatar. Sungguh ironis: bahkan dalam kematian, dia tidak bisa menyenangkan ayahnya.

Lonceng berdentang kejauhan, datang dari kastil, lalu Argon melangkah maju dan mengangkat telapak tangan.

“Itso ominus domi ko resepia…”

Bahasa Cincin yang telah punah, bahasa kerajaan, digunakan oleh nenek moyangnya selama ribuan tahun. Itu adalah sebuah bahasa yang ditanamkan guru privatnya saat ia kecil - dan salah satu hal yang akan ia butuhkan yang ia asumsikan sebagai kekuasaan kerajaan.

Argon tiba-tiba berhenti, mendongak, dan menatap tepat pada Gareth. Tatapannya mengirimkan hembusan hawa dingin di tulang belakang Gareth ketika mata tembus Argon nampaknya terbakar melaluinya. Wajah Gareth memerah, dan ia bertanya-tanya apakah seluruh kerajaan sedang menonton, dan jika ada yang mengenal apa artinya. Dalam tatapan itu, ia merasa bahwa Argon mengetahui keterlibatannya. Namun Argon misterius, selalu menolak untuk terlibat dalam liku-liku dari nasib manusia. Akankah dia tetap diam?

"Raja MacGil adalah raja yang baik, seorang raja yang adil," Argon berkata pelan, suaranya dalam dan wajar.

"Beliau membawa kebanggaan dan kehormatan untuk nenek moyangnya, dan kekayaan dan damai sejahtera kerajaan ini tidak seperti yang pernah kita ketahui. Hidupnya diambil sebelum waktunya, karena Tuhan menginginkannya.. Tapi beliau meninggalkan sebuah warisan yang mendalam dan kaya. Sekarang terserah pada kita untuk memenuhi warisan tersebut."

Argon berhenti sebentar.

"Kerajaan Cincin kita dikelilingi oleh ancaman yang mendalam dan menakutkan di semua sisi. Di luar Ngarai kita, dilindungi oleh perisai energi kita, terdapat sebuah negara orang biadab dan makhluk liar yang akan memisahkan kita. Di dalam Cincin kita, di seberang Dataran Tinggi kita, terletak sebuah klan yang akan membahayakan kita. Kita hidup dalam kemakmuran yang tak tertandingi dan perdamaian; tetapi keamanan kita sedang berlalu dengan cepat.

"Mengapa para dewa mengambil seseorang dari kami dalam masa kejayaannya - seorang raja yang baik, bijaksana dan adil? Mengapa takdirnya untuk dibunuh dengan cara ini? Kita semua hanya pion, boneka di tangan takdir. Bahkan di puncak kekuatan kita, kita dapat berakhir di bawah bumi. Pertanyaan yang harus kita selesaikan bukanlah apa yang kita perjuangkan - tapi menjadi siapa kita berupaya."

Argon menundukkan kepalanya, dan Gareth merasa telapak tangannya terbakar saat mereka menurunkan peti mati sepanjang jalan; akhirnya menghantam tanah dengan bunyi gedebuk.

"TIDAK!" muncul sebuh pekikan.

Itu adalah Gwendolyn. Histeris, ia berlari ke tepi lubang, seakan ingin melempar dirinya ke dalam; Reece berlari ke depan dan merenggutnya, mendekapnya kembali. Kendrick melangkah untuk membantu.

Tapi Gareth tidak merasakan bersimpati untuknya; melainkan, ia merasa terancam. Jika dia ingin berada di bawah bumi, ia bisa mengaturnya.

Ya, memang, dia bisa.



*



Thor berdiri hanya meter dari tubuh Raja MacGil saat ia menyaksikannya diturunkan ke tanah, dan merasa berat oleh pemandangan itu. Bertengger di tepi tebing tertinggi kerajaan, raja telah memilih tempat yang spektakuler untuk dikuburkan, di tempat yang tinggi, yang tampaknya untuk mencapai menuju awan itu sendiri. Awan telah diwarnai dengan oranye, hijau, kuning dan merah muda, sebagaimana matahari terbit yang pertama merangkak dalam perjalanannya lebih tinggi ke langit. Tapi hari itu ditutupi dengan kabut yang tidak akan terangkat, seolah-olah kerajaan sendiri sedang berkabung. Krohn, di sampingnya, merintih.

Thor mendengar memekik, dan mendongak untuk melihat Estopheles, berputar-putar tinggi di atas, melihat ke bawah pada mereka. Thor masih mati rasa; ia hampir tak percaya peristiwa beberapa hari terakhir, bahwa ia berdiri di sini sekarang, di tengah-tengah keluarga raja, menyaksikan pria ini yang telah mulai kasihi dengan cepat diturunkan ke tanah. Rasanya mustahil. Ia baru saja mulai mengenalnya, pria pertama yang pernah seperti seorang ayah kandung, dan sekarang dia sedang dibawa pergi. Lebih dari apa pun, Thor tidak bisa berhenti memikirkan kata-kata terakhir raja:

Kau tidak seperti yang lain. Kau istimewa. Dan sampai kau memahami siapa dirimu, kerajaan kita tidak akan pernah

Apakah yang dimaksud sang raja itu? Siapakah ia, lebih tepatnya? Bagaimana ia bisa menjadi istimewa? Bagaimana raja mengetahuinya? Apa nasib kerajaan yang berkaitan dengan Thor? Apakah raja hanya mengigau?

Ada sebuah tanah, jauh dari sini. Melampaui Kerajaan. Melampaui bahkan tanah para Naga. Itu adalah tanah para Druid. Dari mana ibumu berasal. Kau harus pergi ke sana untuk mencari jawabannya.

Bagaimana bisa MacGil mengetahui tentang ibunya? Bagaimana bisa ia mengetahui di mana dia tinggal? Dan jawaban semacam apakah yang dia miliki? Thor selalu menganggap dia telah meninggal - gagasan bahwa dia mungkin masih hidup mengejutkannya. Ia merasa bertekad, lebih dari sebelumnya, untuk mencarinya, untuk menemukannya. Untuk menemukan jawaban, untuk menemukan siapa dirinya dan mengapa ia istimewa.

Ketika lonceng berdentang dan jenazah MacGil mulai diturunkan, Thor bertanya-tanya tentang kejamnya lika-liku dari nasib; kenapa dia diizinkan untuk melihat masa depan, melihat orang besar ini terbunuh - tetapi dibuat tak berdaya untuk melakukan sesuatu tentang hal itu? Dalam beberapa hal, ia berharap ia tidak pernah melihat semua ini, tidak pernah tahu sebelumnya tentang apa yang akan terjadi; ia berharap ia baru saja menjadi saksi yang tidak bersalah seperti yang lainnya, hanya terbangun di salah satu hari untuk mengetahui bahwa raja sudah mati. Sekarang dia merasa seolah-olah ia adalah bagian dari itu. Entah bagaimana, ia merasa bersalah, seolah-olah ia harus berbuat lebih banyak.

Thor bertanya-tanya apa yang akan terjadi pada kerajaan sekarang. Ini adalah kerajaan tanpa raja. Siapa yang akan memerintah? Apakah akan, seperti semua orang perkirakan, Gareth? Thor tidak bisa membayangkan sesuatu yang lebih buruk.

Thor mengamati kerumunan itu dan melihat wajah-wajah tegang para bangsawan dan raja, berkumpul di sini dari seluruh penjuru Cincin; ia tahu mereka menjadi orang yang kuat, dari apa Reece telah katakan, dalam sebuah kerajaan yang resah. Dia tidak bisa menahan untuk bertanya-tanya siapa mungkin menjadi pembunuhnya. Dalam semua wajah itu, tampaknya seolah-olah semua orang telah dicurigai. Semua orang ini akan mengincar kekuasaan. Akankah kerajaan terpisah menjadi bagian-bagian? Apakah kekuatan mereka bertentangan satu sama lain? Apa yang akan menjadi nasibnya? Dan bagaimana dengan Legiun? Apakah akan dibubarkan? Akankah pasukan tersebut dibubarkan? Akankah anggota Perak memberontak jika Gareth dinobatkan menjadi raja?





Конец ознакомительного фрагмента. Получить полную версию книги.


Текст предоставлен ООО «ЛитРес».

Прочитайте эту книгу целиком, купив полную легальную версию (https://www.litres.ru/morgan-rice/barisan-para-raja/) на ЛитРес.

Безопасно оплатить книгу можно банковской картой Visa, MasterCard, Maestro, со счета мобильного телефона, с платежного терминала, в салоне МТС или Связной, через PayPal, WebMoney, Яндекс.Деньги, QIWI Кошелек, бонусными картами или другим удобным Вам способом.



CINCIN BERTUAH mempunyai semua resep kesuksesan: plot, plot titik balik, misteri, para ksatria pemberani dan hubungan antar tokoh yang diwarnai patah hati, tipu muslihat dan pengkhianatan. Anda akan terhibur selama berjam-jam, dan sesuai untuk semua usia. Direkomendasikan sebagai koleksi pustaka semua pecinta kisah fantasi. Books and Movie Reviews, Roberto MattosBARISAN PARA RAJA membawa kita selangkah lebih jauh pada perjalanan epik Thor menuju kedewasaan, ketika ia mulai menyadari lebih banyak tentang siapa dirinya, apa kekuatannya, saat ia mulai ambil bagian untuk menjadi seorang ksatria. Setelah ia kabur dari penjara bawah tanah, Thor merasa ketakutan oleh percobaan pembunuhan lain terhadap Raja MacGil. Saat MacGil meninggal, kerajaan berubah menjadi kekacauan. Sebagaimana setiap orang bersaing untuk tahta, Istana Raja lebih marak dari sebelumnya dengan kehadiran drama keluarga, perebutan kekuasaan, ambisi, kecemburuan, kekerasan, dan pengkhianatan. Ahli waris harus dipilih dari antara anak-anak, dan Pedang Takdir kuno, sumber segala kekuasaan mereka, akan memiliki kesempatan untuk diperintah oleh seseorang yang baru. Tapi semua ini mungkin berbalik: senjata pembunuhan sudah pulih kembali, dan jerat memperketat pada pencarian pembunuh. Bersamaan dengan itu, para MacGil menghadapi ancaman baru oleh para McCloud, yang berencana untuk menyerang lagi dari dalam Cincin. Thor berusaha untuk memenangkan kembali cinta Gwendolyn, tapi mungkin bukan saatnya: ia diharuskan untuk berkemas, untuk bersiap-siap bersama dengan rekan seperjuangan menuju Tanah Seratus, ratusan hari yang melelahkan seperti neraka di mana semua anggota Legiun harus selamat. Para Legiun akan harus menyeberangi Ngarai, melampaui perlindungan wilayah Cincin, menuju ke Hutan Belantara, menyeberangi Laut Tartuvian menuju ke Pulau Kabut, dikabarkan diawasi oleh seekor naga, atas inisiasi mereka menuju kedewasaan. Akankah mereka berhasil kembali? Akankah Cincin selamat dalam ketiadaan para Legiun? Dan akankah Thor pada akhirnya mempelajari rahasia takdirnya? Dengan susunan dunia dan karakteristik yang menakjubkan. BARISAN PARA RAJA adalah dongeng epik dari teman-teman dan kekasih, para rival dan calon, para ksatria dan naga, intrik dan persekongkolan politik, zaman yang akan datang, patah hati, muslihat, ambisi dan pengkhianatan. Ini adalah sebuah kisah kemuliaan dan keberanian, dari nasib dan takdir, ahli gaib. Ini adalah fantasi yang membawa kita menuju sebuah dunia yang tidak akan kita lupakan, dan sesuai bagi semua usia dan jender. Buku #2–#15 dalam serial ini sekarang juga tersedia!

Как скачать книгу - "Barisan Para Raja" в fb2, ePub, txt и других форматах?

  1. Нажмите на кнопку "полная версия" справа от обложки книги на версии сайта для ПК или под обложкой на мобюильной версии сайта
    Полная версия книги
  2. Купите книгу на литресе по кнопке со скриншота
    Пример кнопки для покупки книги
    Если книга "Barisan Para Raja" доступна в бесплатно то будет вот такая кнопка
    Пример кнопки, если книга бесплатная
  3. Выполните вход в личный кабинет на сайте ЛитРес с вашим логином и паролем.
  4. В правом верхнем углу сайта нажмите «Мои книги» и перейдите в подраздел «Мои».
  5. Нажмите на обложку книги -"Barisan Para Raja", чтобы скачать книгу для телефона или на ПК.
    Аудиокнига - «Barisan Para Raja»
  6. В разделе «Скачать в виде файла» нажмите на нужный вам формат файла:

    Для чтения на телефоне подойдут следующие форматы (при клике на формат вы можете сразу скачать бесплатно фрагмент книги "Barisan Para Raja" для ознакомления):

    • FB2 - Для телефонов, планшетов на Android, электронных книг (кроме Kindle) и других программ
    • EPUB - подходит для устройств на ios (iPhone, iPad, Mac) и большинства приложений для чтения

    Для чтения на компьютере подходят форматы:

    • TXT - можно открыть на любом компьютере в текстовом редакторе
    • RTF - также можно открыть на любом ПК
    • A4 PDF - открывается в программе Adobe Reader

    Другие форматы:

    • MOBI - подходит для электронных книг Kindle и Android-приложений
    • IOS.EPUB - идеально подойдет для iPhone и iPad
    • A6 PDF - оптимизирован и подойдет для смартфонов
    • FB3 - более развитый формат FB2

  7. Сохраните файл на свой компьютер или телефоне.

Книги серии

Книги автора

Аудиокниги автора

Рекомендуем

Последние отзывы
Оставьте отзыв к любой книге и его увидят десятки тысяч людей!
  • константин александрович обрезанов:
    3★
    21.08.2023
  • константин александрович обрезанов:
    3.1★
    11.08.2023
  • Добавить комментарий

    Ваш e-mail не будет опубликован. Обязательные поля помечены *